KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) beserta pihak terkait lain terus mengumpulkan informasi iklim untuk mewaspadai terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Berdasar prediksi dan prakiraan iklim, BMKG mengelompokkan dua wilayah yang sering kali mengalami karhutla adalah Kalimantan dan Sumatera.
Deputi Klimatologi BMKG Drs Herizal MSi mengatakan, bencana karhutla muncul bukan hanya karena di daerah tersebut ada hutan dan lahan, tapi juga dipengaruhi oleh iklim.
Harizal menjelaskan, kedua wilayah tersebut umumnya memiliki kadar iklim yang relatif sama pada musim kemarau.
Baca juga: Minyak Kelapa Sawit dan Karhutla di Indonesia, Apa Hubungannya?
Sumatera dan Kalimantan mengalai musim kemarau dengan suhu panas yang cukup tinggi. Berikut penjelasan terkait iklim dari kedua wilayah tersebut:
Sumatera
Sebagian besar wilayah Sumatera memiliki dua periode musim kemarau.
"Biasanya pada Januari, Februari sudah mulai periode pertama (kemarau) dengan panas yang cukup tinggi. Mulai lagi Juni, Juli, Agustus biasanya kemarau besar," kata Herizal.
Saat terjadi kemarau besar, Juni-Agustus, potensi Karhutla rentan terjadi. Ini karena, iklim kemarau besar membuat hutan dan lahan gambut kering, sehingga mudah terbakar ketika ada api yang muncul karena ulah manusia.
Kalimantan
Agak sedikit berbeda dengan pulau Sumatera, hampir seluruh wilayah Kalimantan mengalami musim kemarau besar pada periode Juni, Juli, Agustus.
"Kalau untuk Januari dan Februari, (kemarau di Kalimantan) tidak seperti di Sumatera. Kalimantan justru relatif normal, kecil hingga tidak ada kemarau yang kering sekali dibandingkan Sumatera," ujar Herizal.
Baca juga: Usai Turun Hujan di Wilayah Karhutla, Kualitas Udara Mulai Membaik
Meski ada sedikit perbedaan, kedua wilayah tersebut memiliki potensi besar mengalami peningkatan titik panas secara signifikan, setiap memasuki musim kemarau.
Bahkan dari catatan BMKG, ketika terjadi kemarau panjang pada 2015, tercatat ada 8.596 titik panas di Palangkaraya dan 6.406 titik panas di Jambi pada periode Agustus hingga Oktober.
"Kalau untuk periode tahun 2019 ini, kita belum mengambil total keseluruhan titik hotspot yang ada. Karena potensi terjadinya bertambah titik panas dan titik api masih bisa terjadi. Ya sebab potensi musim hujan massive (intens) diprakirakan November nanti," tuturnya.
Sebagai catatan, karena musim kemarau selalu terjadi setiap tahun maka perlu ada upaya nyata dalam pencegahan karhutla oleh berbagai sektor dan institusi. Hal ini untuk melawan tragedi karhutla berkelanjutan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.