KOMPAS.com - Rabu pekan lalu (18/9/2019), Okjökull, gletser pertama yang terletak di Islandia hilang karena perubahan iklim.
Gletser yang berada di dataran Tinggi Islandia ini pada pergantian abad ke-20 luasnya sekitar 38 kilometer persegi.
Sayang, perlahan tapi pasti lapisan es di sana meleleh. Catatan tahun 2014 menunjukkan, luas Okjökull hanya menyisakan kurang dari 1/15 ukuran sebelumnya, membuatnya kehilangan status sebagai gletser resmi.
Ketika upacara "pemakaman" Okjökull dilangsungkan, setidaknya ada sekitar 100 orang berkumpul untuk memberi penghormatan terakhir, termasuk Perdana Menteri Islandia, Katrín Jakobsdóttir
Baca juga: Gletser Himalaya Mencair, 800 Juta Orang di Asia Terancam
Jakobsdóttir memperingatkan, jika tren hilangnya lapisan es pada Okjökull terus berlanjut maka Islandia akan kehilangan lebih banyak gletser dalam waktu dekat.
Apa yang dialami Okjökull merupakan dampak dari emisi gas rumah kaca dan aktivitas manusia yang secara radikal mengubah rumah kita semua.
Selain gletser Okjökull perlahan habis, kebakaran hutan California yang berlangsung lama, permafrost (tanah yang berada di titik beku 0 derajat Celsius) yang mencair di Rusia dan sebagian gletser di belahan dunia lain adalah peringatan untuk kita semua.
Saat kita membicarakan perubahan yang terjadi di alam ini, ada dua istilah dalam kosa kata kita yang tak terhindarkan, yakni perubahan iklim dan pemanasan global.
Banyak yang berpendapat bahwa perubahan iklim dan pemanasan global adalah dua hal yang sama atau mirip, padahal keduanya memiliki arti berbeda.
Sebelum menjelaskan lebih jauh tentang perubahan iklim dan pemanasan global, kita harus tahu dulu apa bedanya cuaca dan iklim.
Cuaca merupakan keadaan atmosfer jangka pendek di sudut dunia tertentu.
Parameter seperti kelembaban, suhu, kecepatan angin, tekanan atmosfer dan jarak pandang adalah faktor yang membantu menentukan cuaca pada saat tertentu. Dengan kata lain, cuaca tidak berlangsung lama, bisa berlangsung dalam hitungan menit, jam, atau hari saja.
Jika kita bertanya, apakah hari ini akan turun hujan, itu kita sedang mempertanyakan cuaca.
Sementara iklim, pada dasarnya mencerminkan rata-rata dan tren cuaca jangka panjang suatu daerah dan ditetapkan dengan pengamatan yang cermat.
Jika dilihat dalam perbedaan skala, dapat dikatakan bahwa iklim jauh lebih lambat untuk berubah daripada cuaca. Namun perubahan memang terjadi.
Jika dirata-rata, semua iklim dunia membentuk apa yang para ilmuwan ketahui yaitu “iklim global”. Hal ini bertanggung jawab untuk berevolusi dan berfluktuasi dari waktu ke waktu.
Lantas, apa yang dimaksud perubahan iklim?
Definisi secara umum menyebut perubahan iklim mencakup setiap dan semua fluktuasi jangka panjang dalam satu atau lebih variabel terkait iklim. Sebagai contoh, curah hujan rata-rata di dalam lokasi yang sama.
Di sisi lain, istilah pemanasan global mengacu pada peningkatan suhu permukaan rata-rata planet Bumi.
Karena itu bisa disimpulkan bahwa pemanasan global adalah bentuk perubahan iklim, tetapi perubahan iklim tidak selalu dimanifestasikan sebagai pemanasan global.
Mungkin terdengar aneh, pemanasan yang terjadi baru-baru ini disebabkan oleh emisi gas rumah kaca yang memicu peningkatan banjir. Sementara di daerah-daerah tertentu, ada daerah yang mengalami presipitasi yang meningkat dan kekeringan di beberapa tempat.
"Secara historis, masyarakat paling terkena dampak oleh peristiwa iklim yang sama yang terjadi saat ini, yakni panas dan dingin yang ekstrim dan berkepanjangan, kekeringan dan juga banjir," kata Nathan Steiger, ilmuwan atmosfer dari Columbia University yang mempelajari dampak variasi iklim terhadap peradaban manusia, dilansir How Stuff Works (15/9/2019).
"Sering kali perubahan iklim di masa lalu terjadi bukan karena kesalahan mereka sendiri. Tapi kadang-kadang diperburuk oleh kesalahan manajemen manusia terhadap lingkungan," tambah Steiger.
Steiger mengacu pada erosi tanah yang didorong oleh pertanian sebagai contoh terakhir.
"Area yang kehilangan tanah yang kaya dan tebal cenderung lebih rentan untuk mengering, sehingga membuat kekeringan yang dialami lebih buruk dari yang seharusnya," jelasnya.
Baca juga: Pemanasan Global Membuat Manusia Jadi Kanibal, Benarkah?
Kemudian pada tahun ini, Steiger ikut terlibat dalam menulis studi komprehensif yang muncul dalam jurnal Nature.
Menggunakan inti es, karang (sampel), catatan sejarah dan bukti lainnya, timnya meninjau sejarah perubahan iklim yang terjadi - besar atau kecil - selama dua milenium terakhir.
Selama jangka waktu tersebut, sejumlah periode menyimpang termasuk Anomali Iklim Abad Pertengahan yang luar biasa panas, berlangsung dari 800 hingga 1200 Masehi.
Sebagian besar peristiwa tersebut bersifat regional. Namun, Steiger dan rekan-rekannya menemukan bahwa untuk 98 persen planet ini, periode tunggal terpanas selama 2.000 tahun terakhir adalah akhir abad ke-20, ketika suhu global benar-benar melonjak.
Jadi, bisa dikatakan bahwa selama lebih dari 20 abad sejarah manusia, nenek moyang kita tidak pernah menghadapi fenomena terkait iklim yang secara universal berdampak - atau mengkhawatirkan seperti perubahan iklim modern. (Farren Anatje Sahertian)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.