Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penemuan yang Mengubah Dunia: Hujan Buatan, Lahir karena Gangguan Perjalanan Pesawat

Kompas.com - 20/09/2019, 17:03 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menggalakkan pembuatan hujan buatan untuk mengurangi titik panas akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau dan Kalimantan.

Kepala BPPT Hammam Riza berkata kepada Kompas.com, pihaknya sudah membuat hujan buatan sejak Februari lalu.

Dia menjelaskan, syarat utama dibuat hujan buatan adalah ditemukan awan yang memiliki kadar potensi hujan minimal 70 persen.

Awan yang memiliki kadar berpotensi hujan sampai 70 persen inilah yang mampu disemai. Setelah BMKG menemukan awan tersebut, dikatakan Hammam, BPPT kemudian menerbangkan pesawat khusus yang membawa garam atau NaCl (Natrium klorida).

Baca juga: Hujan Buatan jadi Solusi Kabut Asap Riau, Begini Cara Membuatnya

Ilustrasi hujan buatan BPPT Ilustrasi hujan buatan BPPT

"Pesawat akan masuk ke awan yang sudah diidentifikasi bisa hujan untuk menyebar garam," ungkap dia.

Proses "menaburi" awan dengan garam inilah yang disebut penyemaian awan, tujuannya untuk membuat awan "matang" sehingga bisa menurunkan hujan.

Penyemaian awan atau istilahnya cloud seeding, merupakan jenis modifikasi cuaca yang paling umum digunakan secara global.

Penyemaian awan bertujuan untuk meningkatkan curah hujan di mana kondisi cuaca buruk sedang dialami di suatu wilayah.

Namun tahukah Anda, siapa orang yang membuat teknologi ini?

Metode hujan buatan melalui penyemaian awan pertama kali ditemukan oleh ilmuwan AS bernama Vincent Joseph Schaefer pada 16 November 1946.

Diberitakan Kompas.com (16/11/2018), penyemaian merupakan bentuk modifikasi cuaca dengan cara mengubah jumlah curah hujan yang turun dari awan.

Modifikasi cuaca ini dilakukan dengan menyebar zat-zat kimia ke udara yang berfungsi sebagai kondensasi awan atau inti es, yang mengubah proses mikrofisika dalam awan.

Perjalanan Schaefer

Usai menamatkan bangku sekolah menengah, Schaefer muda yang masih berusia 15 tahun diterima bekerja di perusahaan General Electric.

Umur muda tak menghalangi tekadnya untuk unggul dalam bidang yang digelutinya. Hingga akhirnya, dia mendapat kesempatan belajar di laboratorium penelitian.

Dia mendapatkan arahan dari ahli kimia di sana. Kemudian, dia membantu merancang penemuan Perang Dunia II seperti penyaring pada topeng, detektor kapal selam dan mesin asap untuk menyembunyikan manuver militer.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau