Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riau Dikepung Kabut Asap, Greenpeace Nilai Situasi Mirip Karhutla 2015

Kompas.com - 16/09/2019, 16:32 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Selain butuh perubahan perilaku, Rusmadya juga mengatakan upaya yang dilakukan pemerintah sejak dahulu hingga saat ini selalu sama.

Mulai dari penurunan tim ke lapangan untuk melakukan pemadaman hingga modifikasi cuaca, menurut Rusmadya pada akhirnya tidak bisa menghentikan penghentian asap dan peristiwa seperti ini terus berulang setiap tahun.

"Karena kejadian ini sudah luar biasa, penanganannya juga harus luar biasa,"ungkap Rusmadya.

Pemerintah lamban

Selain pencegahan dan solusi yang kurang tegas dan kurang efisien seperti disebutkan di atas, Rusmadya juga menyebut pemerintah lamban dalam menetapkan karhutla 2019 sebagai bencana nasional.

Padahal beberapa dampak dari karhutla ini sudah sangat jelas.

Tidak hanya karhutla terjadi setiap tahun, tapi kondisi ini sudah melanda banyak wilayah di Indonesia, statusnya sangat membahayakan masyarakat, sistem transportasi terganggu, hingga korban karhutla sudah mulai berjatuhan.

Dari indikator di atas, Rusmadya mengatakan karhutla 2019 semestinya sudah ditetapkan sebagai bencana nasional.

Pasien kanker paru Indonesia bertambah

Dari kejadian karhutla 2019 ini, Rusmadya mengaku merasa sangat miris melihat banyaknya masyarakat terdampak yang mengalami masalah kesehatan.

"Kalau untuk jangka pendek itu kan ISPA. Efek jangka panjangnya adalah kanker paru," ungkapnya.

Rusmadya bercerita, dia sempat berbincang dengan salah satu dokter paru di Kalimantan Tengah. Dalam sesi diskusi tentang karhutla, dokter paru ini menceritakan bahwa pasien kanker paru yang menemui dokter paru tersebut bertambah.

"Jadi kanker paru ini bisa muncul beberapa tahun setelah kebakaran hutan. Dari 2015 sampai 2019 ini, pasien yang terindikasi kanker paru bertambah, walaupun beliau belum punya data tapi pasien yang datang bertambah banyak," katanya.

Dari hal tersebut, Rusmadya melihat bahwa tidak menutup kemungkinan di masa depan ada lebih banyak pasien kanker paru dari Indonesia gara-gara karhutla yang terus terjadi setiap tahun.

"Ini yang sangat dikhawatirkan, belum lagi persoalan pertumbuhan anak terganggu," pungkas dia.

Solusi

Untuk mengatasi masalah ini, Rusmadya melihat bahwa pemerintah harus menyiapkan dan menyediakan sarana prasarana ruang publik yang bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk mendapat udara bersih.

Jika ada sarana prasarana seperti ini, diharapkan masyarakat memiliki tempat untuk mengevakuasi diri di fasilitas yang disediakan tersebut.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau