Kondisi IOD ikut mengganggu dalam variasi iklim di Indonesia. Jika dalam pemantauan hasil IOD menunjukkan positif (+), maka wilayah Indonesia barat akan kering. Sebaliknya jika IOD menunjukkan kondisi negatif (-), maka wilayah Indonesia barat akan basah.
"IOD sekarang kondisinya positif. Ini artinya akan memperparah kering wilayah barat Indonesia. Namun, (IOD) diprediksi menuju netral menjelang akhir tahun 2019" ujar Adi.
Adi juga mengatakan bahwa wilayah Sumatera dan Jawa bagian barat akan terganggu curah hujannya akibat kondisi IOD saat ini.
Baca juga: BMKG: Musim Kemarau Tahun Ini Lebih Lama, Harap Waspada Kekeringan
3. SST (Sea Surface Temperature)
Biasa ditulis dalam bahasa klimatologi sebagai SST, suhu permukaan laut juga menjadi bagian penting dalam pengendali iklim di Indonesia.
Menurut Adi, suhu muka laut di Indonesia masih dingin hingga Oktober 2019 sehingga penguapan yang berpotensi bagi pertumbuhan awan-awan hujan masih kurang hingga Oktober.
"Kalau tidak panas suhu muka laut, maka tidak ada penguapan. Sedangkan awan itu terbentuk paling banyak dari penguapan air laut. Makanya untuk hujan alami ataupun (membuat) hujan buatan juga sulit," ujar Adi.
4. Monsun (angin)
Awal musim hujan erat kaitannya dengan mulai dominannya Monsun Asia (angin baratan) yang mengalirkan udara basah dari Benua Asia melewati wilayah Indonesia dan bergerak menuju benua Australia.
BMKG memprediksi peralihan angin timuran menjadi angin baratan (Monsun Asia) pada tahun ini akan terlambat.
Baca juga: Kemarau Kok Suhu Dingin? BMKG Ungkap Penyebabnya Dry Intrution
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.