Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ma'rufin Sudibyo

Orang biasa saja yang gemar melihat bintang dan menekuri Bumi.

Asteroid OK yang Nyaris Tak Oke

Kompas.com - 16/08/2019, 17:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Bila lintasannya membentuk sudut 30 derajat terhadap bidang datar paras Bumi, maka atmosfer Bumi akan mencoba menahannya namun hanya sanggup hingga ketinggian 5.000 mdpl saja.

Pada ketinggian inilah akan terjadi peristiwa airburst, seperti yang terjadi di atas kawasan Chelyabinsk (Russia) pada 13 Februari 2013 silam.

Hanya saja airburst dari asteroid 019 OK akan jauh lebih bertenaga, yakni mencapai 7,5 megaton TNT atau 12 kali lebih dahsyat ketimbang Peristiwa Chelyabinsk 2013. Dan tingkat energi airburst tersebut bakal setara dengan Peristiwa Tunguska yang terjadi 111 tahun silam.

Simulasi berbasis fisika peledakan senjata nuklir memperlihatkan, bilamana energi 7,5 megaton TNT dilepaskan pada ketinggian 5.000 mdpl maka area seluas 2.000 kilometer persegi akan rusak berat oleh hempasan gelombang kejut dengan dampak mekanik bermacam–macam. Area tersebut setara dengan tiga kali lipat luas DKI Jakarta.

Orang–orang yang kebetulan sedang berdiri di area ini bakal jatuh ke tanah akibat kuatnya gelombang kejut, dengan sebagian di antaranya bakal mengalami kerusakan gendang telinga hingga paru–paru.

Tak hanya itu, dalam area tersebut akan terbentuk sub–area seluas 1.500 kilometer persegi yang spontan terbakar akibat papasan sinar panas, terutama pada struktur bangunan yang terbuat dari kayu lapis.

Orang–orang yang kebetulan berada dalam sub–area ini akan mengalami luka bakar yang didominasi luka bakar tingkat tiga. Jenis luka bakar yang berpotensi fatal.

Dapat disimpulkan bahwa dampak yang ditimbulkan oleh tumbukan asteroid seukuran 2019 OK dengan Bumi tidaklah dapat dianggap enteng. Ia dapat meremukkan sebuah metropolitan raya dengan mudah. Jelas asteroid OK sesungguhnya tidaklah oke untuk umat manusia.

Ada dua pelajaran berharga yang diperoleh dari kasus asteroid 2019 OK ini.

Pertama adalah betapa terbatasnya kemampuan deteksi benda langit (asteroid/komet) berpotensi bahaya pada saat ini.

Memang telah terbentuk sistem–sistem penyigi langit, sebutlah LINEAR, NEAT, LONEOS, Spacewatch, CNEOS, Catalina Sky Survey dan sebagainya. Namun sistem–sistem ini masih terkonsentrasi di benua Amerika dan Eropa, sehingga belum mampu menjangkau segenap penjuru langit di atas paras Bumi kita.

Pembangunan dan pengembangan sistem–sistem sejenis di Asia, Australia dan Afrika menjadi hal yang mendesak guna memperluas cakupan. Sehingga sebuah jaringan pengamatan global yang saling berbagi informasi dapat terbentuk, tak ubahnya jaringan stasiun seismometer global yang kini telah mewujud sebagai komponen mitigasi bencana gempa bumi dan tsunami.

Pelajaran yang kedua, umat manusia pada saat ini berbeda dengan kawanan dinosaurus yang punah oleh Tumbukan Kapur–Tersier 65 juta tahun silam. Kita dianugerahi akal dan budi, yang bisa diberdayakan guna memitigasi bencana tumbukan benda langit.

Banyak opsi telah ditawarkan untuk mereduksi atau bahkan mengeliminasi potensi tumbukan benda langit, khususnya pada sisi hulu. Mulai dari meledakkan benda langit pengancam itu nun jauh di antariksa berjuta kilometer jauhnya dari Bumi kita, hingga mendefleksi atau menggeser orbitnya lewat beragam cara.

Tentu saja terdapat perbedaan teknis dalam menangani benda langit berpotensi bahaya lokal (sepeti asteroid 2019 OK) dengan benda langit yang berpotensi bahaya regional (diameter antara 100 hingga 1.000 meter) dan global (diameter lebih dari 1.000 meter).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau