KOMPAS.com – Banyak cara untuk terbang dan melayang. Itulah yang dapat disimpulkan dari banyaknya temuan fosil hewan purba, baik dinosaurus maupun pterosaurus, yang memiliki beragam modifikasi lengan yang memungkinkan mereka mengarungi langit.
Beberapa di antaranya mewariskan keturunan dengan desain yang mengalami penyempurnaan sehingga menjadi lebih efisien. Sebagian lagi justru mengalami kepunahan.
Kali ini, temuan terbaru berasal dari kawasan Barat Laut China. Fosil mungil yang berukuran tidak lebih dari seekor burung murai ini memiliki sayap mirip kelelawar, dilengkapi dengan struktur bulu yang juga mengalami fosilisasi.
Fosil baru ini diberi nama Ambopteryx longibrachum, yang dalam bahasa latin berarti kedua sayap berlengan panjang. Fosil diperkirakan berasal dari perioda Jurassic, sekitar 163 juta tahun lalu.
A. longibrachum dimasukkan dalam dinosaurus bersayap mirip kelelawar, kelompok scansoriopterygid.
Baca juga: 69 Juta Tahun Lalu, Dinosaurus Paruh Bebek Jambul Hidup di Kutub Utara
Fosil ini pertama kali ditemukan oleh petani lokal, yang kemudian mendonorkannya ke Chinese Academy of Science’s Institute of Vertebrate Paleontology and Paleoanthropology (IVPP) di Beijing.
Fosil ini memiliki kondisi sangat baik, dengan keberadaan sayap mirip kelelawar yang tersusun oleh membran. Fosil juga mendokumentasikan keberadaan bulu halus.
"Fosil ini hanya seukuran telapak tangan. Makhluk ini merupakan hewan kecil, berbentuk aneh, bergigi tonggos yang tidak mirip dengan hewan manapun yang hidup saat ini," ujar Jingmai O’Connor, paleontolog IVPP yang meneliti fosil ini, seperti dilansir Science, Rabu (8/5/2019).
Sayap A. longibrachum terbentuk dari tulang lengan atas (humerus) dan tulang hasta (ulna) yang memanjang. Sedangkan burung modern memiliki struktur sayap yang tersusun atas pemanjangan tulang jari (metacarpal). Hal ini menjadikannya lebih mirip kelelawar dibanding burung.
"Permukaan penghasil gaya angkat utama pada burung dibentuk oleh bulunya. Pada kelelawar, pterosaurus, dan juga scansoriopterygid, justru dihasilkan oleh lapisan kulit bermembran yang terentang antara tulang belulang di lengan," jelas O’Connor.
Fosil ini juga mengawetkan isi perut hewan purba ini. Peneliti telah mengambil sampel tulang dan gastrolith, batuan kecil yang digunakan burung untuk mengerus material nabati yang dikonsumsinya.
Temuan ini mengindikasikan bahwa A. longibrachum merupakan omnivora.
Meski terdapat bulu halus pada fosil, namun bulu ini memiliki tekstur mirip rambut, bukan bulu untuk terbang sebagaimana pada burung modern.
O’Connor juga berspekulasi bahwa bulu digunakan oleh pejantan untuk menarik perhatian betina, terutama pada bagian ekor, sebagaimana telah ditemukan di jenis dinosaurus serupa sebelumnya.
Baca juga: Video: Serangga Raksasa Makan Bangkai Buaya, Seperti di Era Dinosaurus
Sebelumnya, pada tahun 2015, ditemukan pula dinosaurus scansoriopterygid di kawasan Barat Laut China. Fosil yang diberi nama Yi qi tersebut memiliki bulu halus dan bersayap mirip kelelawar.
Temuan fosil baru ambopteryx ini mengonfirmasi bahwa masih banyak dinosaurus bersayap mirip kelelawar yang menunggu untuk ditemukan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.