Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembangunan PLTA Batang Toru, Warga Lokal Dipenuhi Kekhawatiran

Kompas.com - 07/05/2019, 21:00 WIB
Julio Subagio,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

“Jelas dan terang bahwa perusahaan mengabaikan prinsip Free Prior and Informed Consent (FPIC) yang merupakan hak masyarakat untuk mengatakan “ya dan bagaimana” atau “tidak” untuk pembangunan yang mempengaruhi sumber daya dan wilayah mereka”, ujar Hardi Baktiantoro, Founder & Principal COP.

Rencana proyek PLTA Batang Toru

Proyek PLTA 510 MW ini tengah dibangun di Kecamatan Sipirok, Marancar, dan Batang Toru dengan menggunakan bendungan setinggi 72,5 meter sebagai penampungan air.

Air yang ditampung kemudian dialihkan melalui terowongan bawah tanah sepanjang 13 km untuk menggerakkan 4 turbin yang memutar generator pembangkit.

Untuk menggerakan turbin, aliran sungai dari bagian hulu akan ditampung selama 18 jam kemudian dilepaskan selama 6 jam. Pola operasi seperti ini dinamakan “peaker”, dimana suplai listrik dialirkan saat kebutuhan listrik memuncak.

Di sepanjang terowongan, mulai dari bendungan hingga powerhouse, akan dibangun jalan dan jalur SUTET.

Ancaman bagi ekosistem

Onrizal, Dosen dari Program Studi Kehutanan, Universitas Sumatera Utara (USU), menganggap bahwa proyek pembangunan PLTA ini memiliki bahaya besar.

“Penampungan air selama 18 jam untuk menggerakan turbin ini pastinya mengurangi debit air ke sungai-sungai kecil. Belum diketahui efeknya bagi irigasi tapi pasti akan memudahkan akses bagi pemburu dan pembalak liar," ujarnya.

Dapat dipastikan akan terjadinya penurunan kualitas air akibat material limbah galian dan peningkatan sedimentasi sungai.

Baca juga: Viral Tes Kesehatan Mata Online, Dokter Sebut Tak Ada Dasar Ilmiahnya

Onrizal juga menekankan bahwa ekosistem Batang Toru memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, namun seluruhnya berada dalam ancaman akibat proyek ini.

”Hutan kita menyediakan pohon dan ruang hidup luar biasa, keanekaragaman tinggi, tapi tersebar, dimana satu plot bisa jadi hanya ditemukan satu individu pohon saja," ujarnya.

“Saat hutan dibuka, jenis tersebut akan hilang, banyak juga yang belum ada asesmennya atau belum masuk daftar IUCN," tambahnya.

Onrizal juga mengungkapkan kekecewaannya dan merasa ditipu dalam pembuatan AMDAL yang dijadikan landasan pembangunan PLTA Batang Toru.

“AMDAL tahun 2016 bermasalah, tidak ada catatan tentang harimau dan orangutan, hanya flora-fauna domestik saja, dan itu yang dijadikan dokumen untuk pengadilan”, ungkapnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com