Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Harus Dilakukan kalau Junjungan Kalah Pemilu Besok?

Kompas.com - 16/04/2019, 18:06 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com — Hanya tinggal sehari hingga pemilu tiba. Mendekati esok, mungkin banyak orang semakin merasa deg-degan, khawatir, hingga stres bila jagoannya kalah besok.

Jika Anda adalah salah satunya, tidak perlu malu untuk mengakuinya. Rasa duka yang dirasakan ketika jagoan politik Anda kalah adalah sesuatu yang wajar.

Pasalnya, politik merupakan bagian dari identitas diri seseorang, menurut studi yang dipublikasikan dalam Scientific Reports pada 2017.

Setelah melihat respons otak partisipan ketika dihadapkan dengan klaim-klaim politik dan nonpolitik, peneliti utama studi yang berasal dari Brain and Creativity Institute di University of Southern California Jonas Kaplan menyimpulkan bahwa keyakinan politik, seperti halnya keyakinan agama, merupakan bagian penting dari diri dan lingkaran sosial seseorang.

Baca juga: Kenapa Bicara Politik Sering Bikin Panas dan Adu Jotos?

Di Amerika Serikat, isu post-elective stress atau stres pascapemilu mencuat sebagai respons terhadap Pemilu 2016. Kemenangan Donald Trump rupanya tidak hanya membuat banyak pendukung Hillary Clinton patah hati, tetapi juga membuat sebagian pendukungnya sendiri merasa stres bila perbedaan pilihan akan menghambat relasi mereka.

Stres ini, menurut laporan Stress in America: Coping with Change, dirasakan oleh kedua kubu hingga Januari, dua bulan setelah pemilu berakhir.

Menangkal stres pascapemilu

Lantas, bagaimana caranya supaya kita tidak berlarut-larut dalam stres pascapemilu seperti para pemilih di AS?

Dilansir dari The Atlantic, 10 November 2016, Mary McNaughton-Cassill yang merupakan seorang profesor psikologi di University of Texas-San Antonio mengatakan bahwa kekalahan junjungan dalam pemilu berkemungkinan kecil dapat mendorong seseorang mengalami depresi klinis.

McNaughton-Cassill yang mempelajari manajemen stres dan tekanan emosional seusai kejadian 9/11 menemukan bahwa orang-orang yang menjadi depresi setelahnya adalah orang-orang yang telah memiliki kondisi tersebut sebelum 9/11.

“(Kejadian tersebut) memengaruhi mood, tetapi tidak memengaruhi kesehatan mental,” ujarnya.

Baca juga: Ini Cara Terbaik Menghilangkan Stres, Menurut Sains

Meski demikian, dia juga menyarankan Anda untuk berusaha menjaga diri sebaik mungkin dan memperbaiki mood setelah pemilu. Caranya bermacam-macam, dari sekadar menarik napas dalam, menikmati musik, berolahraga, hingga tidur secukupnya.

Namun, pastikan Anda tidak mengisolasi diri dalam upaya meningkatkan mood. Jack Saul, direktur di Internatioanl Trauma Studies Program, berkata bahwa perawatan diri telah menjadi fokus utama meskipun sebenarnya mengandalkan diri sendiri saja setelah trauma kolektif terjadi adalah hal terburuk yang dapat dilakukan.

Perlu diketahui, trauma kolektif yang dimaksud Saul adalah pengalaman merasa terancam dan khawatir yang dirasakan bersama sebagai respons terhadap kejadian yang tiba-tiba atau berlanjut sehingga menyebabkan ancaman terhadap rasa memiliki dasar dalam masyarakat.

“Isolasi membuat seseorang merasa semakin rentan. (Trauma kolektif) memiliki dampak terhadap hubungan manusia dan stres yang dirasakan seseorang dapat diekspresikan menjadi sifat lekas marah dan konflik di antara masyarakat,” ujar Saul.

Dia melanjutkan, memperkuat hubungan dengan keluarga, komunitas, dan organisasi adalah pendekatan pencegahan yang paling penting.

Baca juga: Kelola Stres, Jangan Sampai Hidup Makin Susah karena Sariawan

Pada tingkat individual, Anda dapat melakukan hal ini dengan menjalin relasi terhadap keluarga, teman, dan rekan-rekan kerja. Selain itu, Anda juga bisa berdonasi atau terlibat langsung dalam organisasi-organisasi sosial dan keagamaan dalam lingkungan terdekat Anda.

Pada intinya, mengambil tindakan langsung jauh lebih baik daripada terjebak dalam penyesalan dan berandai-andai.

McNaughton-Cassill berkata bahwa berandai-andai dengan "jika saja, jika saja" tidak berguna untuk Anda ke depannya. Dia lebih menyarankan ACT dari buku Rapid Relief from Emotional Distress.

A adalah “accept reality” atau menerima kenyataan. C adalah “create vision” atau membuat visi di mana Anda harus mulai berpikir bagaimana Anda bisa melindungi hal-hal yang penting bagi Anda ke depannya.

Terakhir, T adalah “take action” atau melakukan aksi untuk merealisasikan visi yang Anda buat. Aksi ini bisa jadi terlibat dalam kegiatan berorganisasi di lingkungan, menulis, maju dalam pemilihan berikutnya, atau sekadar bersama dengan orang-orang yang Anda cintai.  

Proses tiga langkah ini diyakini oleh McNaughton-Cassill dapat berguna bagi semua orang, baik kubu yang kalah maupun yang menang, ke depannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com