Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Menghadapi Budaya Pasrah Saat Tinggal di Indonesia yang Penuh Bencana

Kompas.com - 16/04/2019, 13:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Negara ini memiliki tanah yang kaya nutrisi dan terumbu karang yang kaya dengan ikan. Selama beberapa generasi, rakyat Indonesia dan penjajah dari Barat telah memanfaatkan sumber daya ini.

Namun, kekayaan yang tampaknya tak terbatas—dieksploitasi melalui pertambangan, produksi minyak kelapa sawit, dan penangkapan ikan tanpa kendali—malah menciptakan masalah yang luar biasa: Indonesia memiliki tingkat kerusakan lingkungan tercepat di dunia, dan tampaknya belum ada solusi efektif untuk mengatasinya.

Pemerintah Indonesia terus berjuang untuk mempersiapkan komunitas lokal untuk menghadapi bencana, baik bencana akibat manusia maupun bencana alam, terutama ketika orang umumnya percaya bahwa apa pun yang terjadi itu adalah kehendak Tuhan.

Dari Juni sampai September 2018, kami mewawancarai sekitar 30 penduduk di Yogyakarta dan Salatiga, Jawa Tengah, untuk lebih memahami arti konsep pasrah terhadap bencana alam yang dipengaruhi manusia ataupun tidak untuk kesiapsiagaan di masa depan.

Kami meminta informasi dari penduduk Yogyakarta yang tinggal di dekat Gunung Merapi dan Kota Salatiga yang terletak 23 kilometer di utara kaki Gunung Merapi. Banyak penghuni Salatiga ingat letusan-letusan Gunung Merapi pada masa lalu. Karena jumlah penduduknya yang lebih dari 170.000 jiwa, Salatiga adalah kota terbesar di daerah bencana berisiko tinggi.

Kami menyurvei dan mewawancarai penduduk dari berbagai latar belakang, dan terlihat jelas dari penjelasan para penduduk, konsep pasrah dan takdir memengaruhi pemikiran mereka tentang pelestarian lingkungan.

Kami menemukan bahwa mereka yang percaya bahwa bencana alam secara langsung dipengaruhi oleh Tuhan cenderung berpendapat bahwa manusia bukan penyebab kerusakan lingkungan.

Sebaliknya, mereka yang tidak melihat bencana alam sebagai kehendak Tuhan cenderung beranggapan manusia berperan dalam kerusakan lingkungan, seperti limbah plastik, pencemaran udara dan air, dan penggunaan sumber daya alam di hutan dan laut secara berlebihan.

Penting untuk dicatat bahwa bagi banyak orang yang kami wawancarai, pasrah bukan hanya disebabkan sikap pasif. Pasrah juga merupakan sikap berserah yang timbul dari ketidakmampuan untuk meninggalkan daerah rawan bencana karena mereka kurang mampu atau tidak memiliki tempat tinggal yang lain.

Ada juga karena kegagalan pemerintah menghadapi kerusakan lingkungan yang parah akibat berbagai hal, dari penangkapan ikan yang tak terkendali, deforestasi, hingga polusi plastik.

Mengenal sikap agama dan budaya

Mengingat tingginya tingkat kehancuran lingkungan yang diakibatkan manusia dan alam di Indonesia, semakin penting bagi pemerintah untuk menanggapi konsep-konsep tertentu dari agama dan budaya yang menghambat masyarakat dalam merespons secara efektif bencana alam.

Pemerintah juga perlu mengatasi faktor-faktor eksternal yang membuat orang tidak dapat meninggalkan daerah bencana tepat waktu, seperti kegagalan sistem peringatan bencana.

Dalam hal pengelolaan lingkungan, konsep keagamaan di luar pasrah juga dapat memberikan pelajaran berharga untuk mengatasi masalah tragedi milik bersama ini. Lebih dari 750 ayat dalam Al Quran berhubungan dengan lingkungan. Agama Kristen juga mengajarkan untuk menghormati semua ciptaan Tuhan.

Ajaran-ajaran ini diakui secara luas di antara orang-orang yang kami survei dan menambahkan perspektif yang kritis pada konteks pasrah dalam kehidupan sehari-hari.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau