Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beda Pemahaman Stunting antara Sandiaga dan Ma'ruf Amin dalam Debat

Kompas.com - 17/03/2019, 23:04 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis


KOMPAS.com - Menurut cawapres nomor urut 2 Sandiaga Uno, masalah stunting adalah sesuatu yang gawat darurat karena sepertiga anak Indonesia kekurangan gizi.

Dalam program Prabowo Sandi, salah satu yang ditawarkan adalah Indonesia Emas yang memastikan ibu-ibu dan anaknya mendapat protein cukup, seperti susu, ikan dan lainnya.

"Dan program tersebut diharapkan dapat mengurangi stunting secara signifikan dalam lima tahun ke depan sesuai target yang sudah kita canangkan," kata Sandi.

Pihaknya meyakini jika pemerintah fokus mengatasi masalah stunting, maka akan mendapat generasi emas bangsa.

Baca juga: Soal Stunting dan Kematian Ibu di Indonesia, Ini Solusi Para Cawapres

"Saya yakin sedekah putih yang dimaksud Abah (Ma'ruf Amin) adalah dorongan kepada teman-teman yang ingin berkontribusi. Putih adalah susu dan kita menjadikan ini dalam program Indonesia Emas," imbuh Sandi.

Ia menambahkan, siapa saja yang ingin menyumbangkan susu, tablet susu atau kacang hijau dipersilahkan karena hal itu menjadi bagian dalam proyek kolaborasi yang tidak bisa diselesaikan pemerintah sendiri tapi harus melibatkan masyarakat luas termasuk pihak dunia usaha.

Menanggapi sedekah susu yang dijelaskan Sandi, Ma'ruf Amin menuturkan bahwa sedekah susu yang ditangkap masyarakat adalah memberi susu setelah anak disapih dari ibunya.

"Padahal, stunting itu adalah 1.000 hari pertama sejak ibu mulai hamil sampai disusui anaknya, yaitu melalui pemberian asupan yang cukup dan juga melalui sanitasi, air bersih, serta susu ibu selama dua tahun," jelas Ma'ruf Amin.

"Dan terutama saat susu ibu keluar setelah melahirkan, oleh dunia kedokteran disebut kolostrum," imbuhnya.

Ma'ruf Amin menjelaskan, apabila susu diberikan setelah dua tahun maka tidak lagi berpengaruh untuk mencegah stunting.

"Menurut saya, istilah sedekah putih mengacaukan pemahaman yang berbeda di masyarakat," jelasnya.

Menanggapi sanggahan Ma'ruf Amin, Sandiaga menceritakan permasalahan istrinya yang hanya memberikan ASI ke anak bungsunya sampai usia enam bulan.

Melihat apa yang dihadapi istrinya, Sandi yakin bahwa di Indonesia ada banyak ibu dengan masalah yang sama.

"Di situlah kami ingin mengajak kontributor yang bisa menyediakan susu untuk membantu gizi ibu dan gizi anak bisa selesai," sanggahnya.

Baca juga: Jangan Sampai Orang Bicara AI, tapi Kita Masih Stunting

Terkait masalah stunting, Gurnadi dari Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (SEKNAS FITRA) mengatakan dalam forum grup cek fakta Kompas.com bahwa prevalensi balita sangat pendek dan pendek usia 0 sampai 59 bulan di Indonesia tahun 2017 adalah 9,8 persen dan 19,8 persen.

Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu prevalensi balita sangat pendek sebesar 8,5 persen dan balita pendek sebesar 19 persen.

Provinsi dengan prevalensi tertinggi balita sangat pendek dan pendek pada usia 0 sampai 59 bulan tahun 2017 adalah Nusa Tenggara Timur dengan angka di atas 40 persen, sedangkan provinsi dengan prevalensi terendah adalah Bali.

Pemerintah berhasil menurunkan angka stunting sebesar 6,4 persen dalam lima tahun ini, atau setiap tahunnya turun rata-rata sebesar 1,2 persen.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kasus balita pendek atau stunting tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat apabila angkanya di bawah 20 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau