Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Caroline Riady

Wakil Presiden Direktur Siloam Hospitals Group

Bersama Menanggulangi "Stunting"

Kompas.com - 30/01/2019, 11:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA momen-momen dalam perkembangan anak yang akan selalu abadi di dalam ingatan orangtuanya--senyuman manis yang pertama si buah hati, langkah pertama yang tertatih-tatih dan kata pertama yang terucapkan dengan pelo (cadel).

Orangtua menyaksikan pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya tahun demi tahun, dengan harapan dan doa akan masa depan yang cerah dan cita-cita tinggi. Andaikan saja demikian cerita dan nasib setiap anak Indonesia.

Tiga puluh persen anak balita di Indonesia terancam kondisi stunting yang dapat menghambat pertumbuhan fisik maupun perkembangan kemampuan kognitif dan intelektual anak.

Kondisi stunting disebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan asupan nutrisi selama 9 bulan saat anak di dalam kandung ibu atau selama masa pertumbuhan kritis, yaitu 1.000 hari pertama dalam hidup anak.

Gawatnya, kekurangan gizi pada masa kanak-kanak berkonsekuensi bukan saja di usia kecil anak, tetapi berdampak pada sepanjang hidupnya.

Stunting memengaruhi kapasitas belajar pada usia sekolah, nilai dan prestasi sekolah, upah kerja pada saat dewasa, risiko penyakit kronis seperti diabet, morbiditas dan mortalitas, dan bahkan produktivitas ekonomi.

Pemerintah menyadari betul persoalan ini dan telah menjadikan penanggulangan stunting sebagai prioritas nasional.

Di bawah pengarahan langsung Presiden dan Wakil Presiden, pemerintah mencanangkan program percepatan penanggulangan stunting melalui Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting (Stranas Stunting) 2018-2024, yaitu sebuah strategi jangka panjang terintegrasi yang mengedepankan konvergensi upaya intervensi gizi spesifik dan intervensi gizi sensitif.

Penanganan stunting dilakukan dengan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dunia usaha, dan organisasi kemasyarakatan, dan pada tahun 2019 difokuskan di 160 kabupaten/kota prioritas.

Persoalan stunting atau pertumbuhan anak yang terhambat (kekerdilan) merupakan masalah global yang dihadapi banyak negara. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa pada tahun 2016 sekitar 155 juta (23 persen) anak di dunia mengalami stunting.

Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan RI menyebutkan bahwa pada 2018 prevalensi balita yang mengalami stunting sebesar 30,8 persen, atau lebih tinggi dibandingkan rata-rata dunia.

Upaya pemerintah menanggulangi stunting telah cukup membuahkan hasil. Data Riskesdas menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir angka prevalensi stunting turun cukup signifikan dari 37,2 persen pada 2013 menjadi 30,8 persen pada 2018.

Namun demikian, target yang ditetapkan pemerintah dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2014-2019), yakni menurunkan prevalensi stunting menjadi 29 persen di tahun 2018 dan 28 persen di tahun 2019, belum tercapai.

Oleh karena itu, upaya penanggulangan stunting perlu terus ditingkatkan agar hasilnya lebih maksimal.

Masa depan yang direnggut oleh stunting

Jika tidak ditangani dengan baik, persoalan stunting yang masif dapat menganggu produktivitas nasional dan mengancam masa depan generasi muda dan bangsa. Stunting berdampak negatif pada daya tahan dan kecerdasan anak secara jangka panjang.

Studi yang dilakukan oleh McDonald CM dkk (2013) atas negara-negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin menunjukkan bahwa tingkat kematian anak yang mengalami stunting dan kekurangan berat badan tiga kali lebih besar ketimbang anak dengan gizi memadai.

Adapun studi yang dilakukan Grantham-McGregor dan Baker-Henningham (2005) menunjukkan bahwa di banyak negara, stunting berkaitan dengan rendahnya kemampuan kognitif anak dan performa mereka di sekolah.

Jika kualitas sumber daya manusia Indonesia rendah akibat stunting, bonus demografi yang diprediksi akan dinikmati pada kurun 2030-2040 berpotensi menjadi petaka alih-alih karunia.

Seperti disampaikan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), persoalan stunting diperkirakan dapat menyebabkan hilangnya 3 persen Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia, atau sekitar Rp 300 triliun. Angka ini setara dengan 13,8 persen proyeksi pendapatan negara tahun 2019.

Stunting tidak bisa disembuhkan, tapi bisa dicegah

Sebagai masalah bersama bangsa, persoalan stunting harus dihadapi secara bersama pula oleh seluruh elemen bangsa.

Kolaborasi pemerintah dengan aktor non-pemerintah diperlukan guna memastikan upaya mengatasi stunting berjalan efektif dan membuahkan hasil yang optimal.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau