Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Soal Kanker, Lingkungan dan Gaya Hidup Lebih Dominan Ketimbang Genetik

Kompas.com - 19/02/2019, 13:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Cepat-lambat perkembangan kanker juga dipengaruhi oleh genetik orang tersebut, besarnya paparan terhadap risiko, dan respon hormonal tubuhnya.

Berdasarkan mekanisme terjadinya perubahan sel menjadi sel kanker, serta pertumbuhan dan perkembangan organ, maka dapat dilihat bahwa faktor lingkungan lebih memegang peranan penting dibanding faktor genetik. Meski terdapat precursor genetik, adanya paparan risiko lingkungan sangat menentukan seseorang terkena kanker.

Bagaimana mengurangi risiko?

Melihat kepada besarnya faktor risiko di Indonesia saat ini seperti perilaku merokok yang tinggi, konsumsi rendah serat, dan pembakaran sampah plastik yang masih umum di masyarakat, risiko kanker ke depan sangat besar.

Jumlah perokok aktif di Indonesia berusia di atas 15 tahun mencapai sekitar 65 juta. Berbagai penelitian membuktikan bahwa perokok berisiko terkena kanker paru 20 kali hingga 100 kali dibandingkan yang tidak merokok. Zat karsinogen pada rokok akan merusak jaringan mesenkim dan epitel paru sehingga menimbulkan inflamasi seluler dan terjadinya mutasi genetik.

Risiko kanker tidak hanya pada perokok aktif, tapi juga pada perokok pasif.

Terlebih lagi, risiko ini tidak hanya pada perokok pasif langsung yang menghisap asap rokok dari hembusan perokok (secondhand smoking), tapi juga perokok pasif yang mendapat ‘racun’ rokok yang telah melengket pada lingkungan sekitar (thirdhand smoking) seperti di karpet, sofa, dinding, gorden, dan lainnya.

Berdasarkan risiko tersebut, pencegahan terhadap penyakit kanker dapat dilakukan dengan memodifikasi lingkungan dan perilaku dan deteksi dini. Dalam konteks rokok, sudah saatnya pemerintah meningkatkan pengendalian tembakau agar akses terhadap rokok makin sulit dan konsumsinya menurun.

Dalam hal ini, Kementerian Kesehatan menggalakkan upaya pencegahan kanker pada masyarakat yang disebut dengan CERDIK (Cek kesehatan berkala, Enyahkan rokok, Rajin beraktifitas fisik, Diet sehat dan kalori seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stress). Upaya ini diharapkan dapat menekan risiko lingkungan yang dapat memicu terjadinya kanker.

Tentu saja keterlibatan semua warga sangat penting untuk mencegah penyakit mematikan ini.

Hardisman Dasman

Associate Professor in Community Medicine and Healthcare Policy, Universitas Andalas

Artikel ini dipublikasikan atas kerja sama Kompas.com dan The Conversation Indonesia dari judul asli "Kanker yang membunuh: faktor risiko lingkungan dan gaya hidup lebih dominan ketimbang genetik". Isi artikel di luar tanggung jawab Kompas.com.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau