Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 19/02/2019, 12:58 WIB
Amir Sodikin

Editor

Namun, bila habitatnya dirusak, maka kemampuan bertahan hidup mereka di jangka panjang akan terganggu. Orangutan membutuhkan wilayah yang luas untuk memastikan suplai yang cukup akan konsumsi buah-buahan.

Sementara itu, fakta di lapangan sebagian besar hutan tempat tinggal orangutan sudah terfragmentasi oleh pemegang konsesi baik perkebunan, pertambangan, maupun pengelolaan hutan.

Menjembatani antara kepentingan ekonomi dan konservasi, bukan hal yang mustahil. Yang diperlukan di sini adalah keterpaduan perencanaan tata ruang untuk mengamankan rumah asli orangutan.

Seperti penentuan Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (KBKT) di wilayah perusahaan yang mempertimbangkan konektivitas (seperti koridor) dengan kawasan hutan alam yang lebih luas.

Begitupun para pemegang konsesi yang terpaksa membuka hutan, sebaiknya tidak menimbulkan kantong-kantong hutan yang terfragmentasi. Kemudian, diterapkannya prinsip praktik pengelolaan terbaik pada setiap unit pengelola.

Baca juga: INFOGRAFIK: Sejumlah Fakta Mengenai Orangutan di Kalimantan...

Secara bersamaan, di tingkat lapangan juga terus dilakukan pendidikan dan penyadartahuan, restorasi habitat, pembuatan penghalang (barrier), patroli kawasan, dan penegakan hukum. Semua kegiatan tersebut, pada prinsipnya adalah mengurangi risiko kerugian yang diderita oleh manusia, dengan dasar pertimbangan terbaik untuk kelestarian orangutan.

Kebijakan pengelolaan kawasan ekosistem esensial (KEE) yang digagas oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, telah mengadopsi prinsip-prinsip di atas. Pada konsep ini, para pihak yang berada di wilayah ekologis penting bagi konservasi keanekaragaman hayati (tapi berada di luar kawasan konservasi), baku kelola.

Kawasan esensial ini, mudah ditemui di seluruh penjuru Indonesia, misalnya wilayah mangrove dan karst yang berada di luar taman nasional atau hutan lindung.

Pada kasus orangutan Kalimantan Timur, sejumlah pihak dari swasta, pemerintah, masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat bergabung dalam forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) untuk mengelola koridor jelajah orangutan dengan pendekatan bentang alam di Wehea-Kelay.

Luasan bentang alam adalah 532.143 hektar, di dalamnya ada hutan lindung Wehea, areal konsesi pengelolaan hutan dan pengelolaan kebun sawit. Namun, orangutan masih bisa melenggang dengan leluasa dari areal perusahaan ke hutan lindung dan sebaliknya.

Kebebasan ini adalah jerih dari kesepakatan anggota Forum KEE dalam menjaga habitat orangutan di wilayah masing-masing. Para pemegang konsesi dengan pemeliharaan kawasan bernilai konservasi tinggi-nya dan masyarakat dengan hutan lindungnya.

Mereka memahami pentingnya keberadaan orangutan dan apa yang harus dilakukan jika bertemu dengan mamalia endemik Nusantara ini.

Bila bertemu dengan orangutan secara langsung, para anggota forum termasuk masyarakat sudah memahami konsep mitigasinya.

Pertama, adalah mengumpulkan informasi: lokasi penemuan, spesies orangutan, pelapor, fasilitas kesehatan dan kantor keamanan terdekat, serta pemuka masyarakat setempat. Kemudian memverifikasi Informasi: bagaimana mereka mendapatkan orangutan, berapa lama memilikinya, diberi makan apa saja, apakah ini orangutan pertama yang dipelihara, apakah ada orangutan yang dipelihara di tempat lain.

Terakhir, adalah menangani konflik: laporkan data-data verifikasi ke pihak berwenang (polisi atau BKSDA). Jika pihak berwenang belum datang, maka dilakukan pemantauan keberadaan orangutan (penjagaan daerah penyangga dan penghalauan). Para anggota forum sudah melakukan aktivitas mitigasi konflik ini.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau