"Kemajuan teknologi Internet salah satunya perkembangan media sosial di instrial wave 4.0 masih belum diikuti perilaku yang bijak dari penggunanya dalam hal social sensitivity," Listyo menegaskan.
Fenomena orang yang lebih senang berselfie dengan latar belakang lokasi bencana juga dihubungkan dengan lunturnya budaya kolektif oleh Listyo.
Baca juga: Pasca Tsunami Selat Sunda, Begini Rencana Pemerintah Terkait Mitigasi
"Keinginan membantu orang lain yang mengalami bencana dan lebih melakukan swa foto sebenarnya juga tidak terlepas dari mulai lunturnya budaya kolektivitas," kata Listyo.
Budaya kolektivitas yang dimaksud adalah kedukaan yang dialami orang lain juga membuat kedukaan bagi kita untuk empati dan peduli membantu.
"Masyarakat mulai banyak hidup berkompetisi dalam berbagai area kehidupan sehingga membuat kebersamaan menjadi berkurang," tegas Listyo.
Dosen psikologi di Universitas Surabaya ini juga mengisahkan bahwa dia melihat sendiri fenomena ini saat membantu penanganan di Pandeglang.
"Seperti kasus bencana di Lombok dan Palu, di Banten kemarin juga banyak orang datang untuk selfie," kisahnya.
Menakar Sensitivitas Sosial
Berkaca dari kasus yang dilihatnya itu, Listyo mengajak kita untuk menakar kembali sensitivitas sosial.
"Cara sederhana menakar social sensitivity kita adalah, apakah kita mampu menjadi pendengar yang baik bagi orang lain?," ujarnya
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.