Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

WWF: 60 Persen Hewan Vertebrata Punah dalam 44 Tahun Terakhir

Kompas.com - 30/10/2018, 20:31 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Sumber AFP

KOMPAS.com - Konsumsi yang tak terkendali berdampak besar pada kehancuran satwa liar secara global. Disadari atau tidak, upaya untuk memenuhi kerakusan manusia justru memicu kepunahan massal dan berkurangnya sumber daya alam.

World Wide Fund for Nature (WWF) memperingatkan, populasi vertebrata atau hewan bertulang belakang seperti ikan, burung, amfibi, reptil, dan mamalia mengamali penurunan sampai 60 persen sejak 1970 sampai 2014.

Laporan "Living Planet" yang disampaikan WWF hari ini telah menganalisis sekitar 4.000 spesies yang tersebar di 16.700 tempat di seluruh dunia.

"Situasi ini benar-benar buruk dan terus memburuk," kata Direktur Jenderal WWF Internasional Marco Lambertini kepada AFP, dilansir Selasa (30/10/2018).

"Satu-satunya kabar baik adalah kita tahu bagaimana kondisi dan fakta apa yang terjadi".

Baca juga: Jerat Tak Cuma Ancam Harimau, Bisa Musnahkan Semua Satwa di Sumatera

Selama 44 tahun terakhir, populasi dengan angka penurunan paling parah adalah satwa air tawar. Dalam hal ini, Amerika Latin adalah negara yang kehilangan satwa liar paling parah.

WWF menyampaikan, tingkat kehilangan spesies saat ini 100 hingga 1.000 kali lebih tinggi dibanding beberapa ratus tahun lalu, ketika manusia mulai mengubah kimia Bumi dan membuat makhluk hidup lain hilang.

Diukur berdasarkan berat badan atau biomassa, hewan liar saat ini hanya ada sekitar empat persen, manusia 36 persen, dan sisanya hewan ternak, 60 persen.

Cepatnya laju kepunahan

Sepuluh ribu tahun lalu, rasio ini mungkin terbalik.

"Statistik itu menakutkan," kata Piero Visconti, seorang peneliti dari Institut Internasional untuk Analisis Sistem Terapan di Austria dan salah satu dari 59 penulis laporan tersebut.

"Tidak seperti penurunan populasi, kepunahan tidak dapat diubah. Untuk (terumbu) karang, mungkin sekarang sudah terlambat," katanya.

Salah satu penyebab matinya separuh terumbu karang dangkal di dunia adalah gelombang panas laut.

Meski manusia bisa membatasi pemanasan global pada 1,5 derajat Celsius, 70 hingga 90 persen kematian karang diyakini tetap akan terjadi.

Laporan utama PBB yang disampaikan bulan lalu mengungkap, ambang batas dunia adalah 2 derajat Celsius.

Upaya konservasi setengah abad telah mencetak keberhasilan yang spektakuler, dengan pemulihan yang signifikan pada harimau, manate, beruang grizzly, tuna sirip biru, dan elang botak.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau