Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Liana Merawat Mama Tercinta dengan Demensia

Kompas.com - 03/10/2018, 20:08 WIB
Bhakti Satrio Wicaksono,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com – Demensia adalah sebuah sindrom yang berkaitan dengan penurunan kemampuan fungsi otak yang umumnya menyerang orang lanjut usia. Jika kondisi ini menyerang anggota keluarga Anda, terutama orangtua, bisa jadi dapat mengacaukan kehidupan Anda juga.

Ini seperti yang dialami Liana Crolin Sibuea (34). Liana harus meninggalkan karirnya untuk mengurus sang mama, Marintan Siahaan, akibat dari demensia vaskular atau demensia yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah.

“Mama pensiun tahun 2008, dan diagnosis demensia itu tahun 2016. Jadi rentang waktu dia pensiun hingga tahun 2016, mama sudah mulai banyak pikun tapi kita nganggepnya wajar. Terus suatu hari tiba-tiba dia tatapan mata kosong, disuruh ngapa-ngapain juga bengong,” tutur Liana.

Melihat kondisi ini, dia segera membawa mama menuju layanan kesehatan untuk diberikan tindakan lanjut. Sampai fase ini, Liana masih belum tahu kalau ibunya menderita demensia. Akan tetapi, mama menunjukkan gejala yang lain.

Baca juga: Pikun Jangan Dianggap Remeh, Bisa Jadi Gejala Demensia Alzheimer

“Empat hari dirawat, hari pertama dia tidak kenal siapa-siapa, papa saya datang aja dia enggak kenal. Baru mulai hari kedua dia mulai bisa mengenali orang. Di situ saya ngerasa ada yang aneh dengan mama,” katanya saat ditemui pada diskusi Demensia Alzheimer di Unika Atma Jaya, Jumat (28/09/2018).

Setelah berkonsultasi dengan banyak pihak, akhirnya ia direkomendasikan untuk membawa sang ibu ke psikiater, dan dari situ barulah ditetapkan bahwa ibunya menderita demensia vaskular akibat dari stroke yang pernah diderita sebelumnya.

Dampak dari kondisi orangtuanya yang mengalami demensia membuatnya harus fokus untuk merawat ibunya dan meninggalkan karirnya sebagai guru. Hal ini ia lakukan karena sang ibu menunjukkan gejala penolakan jika bertemu orang lain. Selain itu, dia juga ingin melihat perkembangan kondisi sang ibu.

Mengurus orang dengan demensia diakui Liana bukan pekerjaan yang mudah. Dia mengilustrasikan kegiatannya seperti bermain rollercoaster.

Baca juga: Perbanyak Baca Buku dan Bermain Catur Bantu Cegah Demensia

“Marah iya, kesel iya, gimana sih rasanya harus ngeberesin kotoran, terus dikencingin. Terutama mama sudah konsumsi obat bertahun-tahun, jadi baunya khas gitu ya capek lah. Kadang sayang, kadang juga sebel,” ucap Liana.

Berada di tengah keputus-asaan dalam merawat orang dengan demensia, sempat terlintas di pikirannya untuk menempatkan sang ibu di panti jompo.

“Saya sempat survei ke panti jompo di daerah Jelambar untuk menempatkan mama di sana. Dari sisi tempat sih sangat layak, sangat baik," ujarnya.

"Tapi begitu saya datangin, kok jadi sedih sendiri. Mama saya single fighter sejak tahun 1998. Dia besarkan 3 anak bisa sampai kuliah. Dia bisa membesarkan anak sendirian. Makanya saya berpikir, selagi masih bisa kasih yang terbaik buat orang tua, kasih sekarang,” katanya sambil berusaha menahan air mata.

Liana pun berpesan agar kita dapat menghindari apapun yang dapat menyebabkan demensia di masa depan. Pasalnya, demensia bukan hanya menghancurkan sang penderita, tapi juga kehidupan orang di sekitarnya.

“Saya selalu bilang, kita harus menjadi tua, sehat dan bahagia,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau