"Perlu juga dilakukan penjelasan tentang peristiwa apa yang telah terjadi dan dampaknya," tambahnya.
Edukasi yang diberikan juga dilakukan dalam aspek behavioral health. Artinya, para penyintas perlu diberikan pengetahuan terkait gaya hidup sehat meski dalam keterbatasan.
"(Penyintas perlu) dibekali dengan perilaku hidup sehat seperti makan yang bersih, teratur dengan segala keterbatasan, mengganti pembalut, menjaga MCK dan sanitasi, tidak begadang," tutur Listyo.
Baca juga: Kok Bisa-bisanya Tsunami Palu Tak Terdeteksi? BIG Beberkan Masalahnya
Tak hanya itu, membuat penyintas tetap waspada terhadap gempa susulan juga diperlukan. Ini mengingat gempa susulan sempat terjadi kembali.
"Serta (edukasi agar penyintas) tidak melakukan perilaku-perilaku negatif yang dapat menambah risiko penurunan kesehatan atau cedera," tegas Listyo.
Pemulihan trauma sendiri tentu tidak bisa secara instan dihilangkan. Bahkan, Kasandra dan Ratih menyebut pemulihan ini bisa memakan waktu cukup panjang.
"Pemulihan trauma dilakukan setelah masa reaksi normal dalam situasi abnormal mereka lewat, kira-kira dua minggu setelah bencana," kata Kasandra.
Kasandra dan Ratih juga mengingatkan pentingnya koordinasi dari berbagai pihak terkait pemulihan ini.
"Kesigapan pemerintah turun tangan, bantuan masyarakat, sangat membantu untuk bisa resilien (pulih)," kata Ratih.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.