Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/10/2018, 14:43 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Ketiga, tsunami tercipta secara tidak langsung. Guncangan keras selama gempa mungkin telah menyebabkan longsor bawah laut dan menciptakan gelombang tinggi. Kejadian tak lazim ini pernah terjadi pada gempa berkekuatan 9,64 di Alaska pada 1964.

Patton mengatakan, kombinasi berbagai faktor mungkin telah berkontribusi pada tsunami. Ia menyebut, studi tentang dasar laut akan sangat membantu dalam memahami peristiwa ini. "Kami tidak akan tahu apa yang menyebabkannya sampai semua ini selesai," ungkapnya.

Tsunami juga bisa dipengaruhi oleh letak Palu yang ada di ujung teluk sempit. Garis pantai dan kontur dasar teluk bisa memfokuskan energi gelombang dan mengarahkannya ke teluk, kemudian meningkatkan tinggi gelombang saat mendekati pantai.

Hal seperti ini juga pernah terjadi di Cresent City, California, yang dihantam tsunami lebih dari 30 kali, termasuk gempa Alaska pada 1964 yang menewaskan 11 orang karena kontur dasar laut di wilayah tersebut, juga topografi kotanya.

Apa pun asal usul gelombang tinggi, gempa berkekuatan 7,4 tidak pernah diduga dapat menciptakan peristiwa di lautan luas, tetapi lebih merupakan peristiwa yang terlokalisasi.

Dengan munculnya tsunami yang sangat dekat dengan Palu, masyarakat hanya memiliki sedikit waktu untuk melarikan diri.

Seperti kita tahu, BMKG juga mencabut peringatan tsunami sekitar setengah jam setelah gempa, hal ini terjadi setelah tsunami menghantam Palu.

Baca juga: Katanya Bisa Memicu Tsunami Besar, Apa Sebenarnya Megathrust?

Teknologi sensor tsunami Indonesia

Menurut Louise Comfort, seorang profesor di University of Pittsburgh yang terlibat dalam proyek sensor tsunami baru di Indonesia, negara kita saat ini menggunakan perangkat yang memiliki keterbatasan efektivitas, seperti seismograf, sistem perangkat penentuan posisi global, dan alat pengukur pasang untuk mendeteksi tsunami.

Di AS, Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional menggunakan jaringan canggih dari 39 sensor di dasar samudra untuk mendeteksi perubahan tekanan sekecil mungkin yang menunjukkan gejala tsunami. Data tersebut kemudian diteruskan melalui satelit dan dianalisis, kemudian peringatan akan dikeluarkan oleh pemerintah jika diperlukan.

Menurut Dr. Comfort, sebenarnya Indonesia memiliki jaringan serupa dengan 22 sensor di bawah laut. Sayangnya, alat ini tidak lagi digunakan karena rusak dan tidak dipelihara.

Comfort menjelaskan, proyek tsunami baru yang akan dipasang di Indonesia berbentuk komunikasi bawah laut untuk menghindari dirusak atau ditabrak kapal.

"Saya telah mendiskusikan proyek ini dengan tiga lembaga pemerintah Indonesia. Namun rencana untuk memasang sistem prototipe di Sumatera bagian barat harus ditunda bulan ini," katanya.

"Sangat memilukan saat Anda tahu bagaimana teknologi di Indonesia. Padahal Indonesia berada di Ring of Fire, tsunami bisa terjadi lagi," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com