Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fenomena Tanah Bergerak Pasca-gempa Donggala, Samakah dengan Lapindo?

Kompas.com - 30/09/2018, 17:00 WIB
Resa Eka Ayu Sartika,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Video munculnya lumpur dari tanah pasca gempa Sulawesi Tengah menjadi viral. Tak hanya viral, banyak yang membandingkan fenomena kali ini dengan kasus lumpur Lapindo.

Tapi, benarkah keduanya sama?

Menurut ahli geologi, Rovicky Dwi Putrohari keduanya berbeda.

"Berbeda. Di Sulteng adalah lapisan batu pasir yang berubah perilakunya akibat getaran, menjadi seperti likuida (cair)," kata Rovicky kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Minggu (30/09/2018).

"Perubahan perilaku ini terjadi ketika pasir yang butirnya lebih kecil atau halus naik ke atas dan bercampur dengan air," imbuhnya.

Dengan kata lain, video tersebut sebenarnya menampilkan air bercampur pasir dan bukan lumpur.

Dalam kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, material yang meluap adalah lumpur panas. Bahkan, sampai hari ini luapan lumpur tersebut masih berlangsung.

Hal inilah yang membedakan fenomena di Sulteng pasca gempa dengan kasus lumpur lapindo.

Dikaitkan Gempa

Rovicky juga menyebut fenomena di Sulteng kemungkinan adalah likuifaksi atau perubahan perilaku tanah sehingga akibat getaran gempa sehingga seperti cair.

"Ini terjadi segera setelah gempa, kemungkinan gejala likuifaksi," tegas Rovicky.

"Gejala ini menyebabkan lapisan di atasnya (lapisan batu pasir) 'tergelincir' dan bergerak meluncur," sambungnya.

Banyak orang berpikir kedua fenomena munculnya lumpur ini mirip. Itu karena keduanya memiliki beberapa persamaan.

Salah satunya adalah dikaitkan dengan gempa.

Sebuah tim peneliti dari Universitas Bonn, Jerman mengatakan bahwa luapan lumpur Lapindo disebabkan bencana alam yang dipicu gempa bumi di Yogyakarta.

"Lusi (lumpur Lapindo) ada kaitannya dengan gempa bumi di Yogyakarta sebelumnya," kata Profesor Stephen Miller, Rabu (04/06/2014).

Meski demikian, banyak juga pihak yang mengatakan bahwa lumpur Lapindo lebih disebabkan oleh aktivitas pengeboran, bukan gempa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau