KOMPAS.com - Gempa bermagnitudo 7,4 mengguncang wilayah Donggala, Sulawesi Tengah pada Jumat (29/9/2018). Tak hanya besar, gempa tersebut juga menimbulkan tsunami dengan ketinggian 1,5 meter yang menerjang wilayah Donggala, Palu, dan Mamuju.
Dampak yang ditimbulkan baik gempa maupun tsunami sangat besar. Setidaknya lebih dari 800 orang tewas akibat bencana ini.
Sebenarnya, ini bukanlah kali pertamanya Indonesia diterjang tsunami. Pada 2004 silam, gelombang dengan ketinggian yang hampir mencapai 30 meter juga menerjang wilayah Aceh, Sumatra Utara.
Ratusan ribu meninggal akibat bencana ini.
Di dunia, tsunami juga beberapa kali terjadi. Pengalaman atas beberapa tsunami tersebut seharusnya menjadi pelajaran bagi kita untuk mengenal tanda dan ciri akan terjadinya fenomena alam ini.
Namun, apa saja tanda-tanda akan terjadinya tsunami?
Jika air laut surut secara tiba-tiba biasanya menjadi tanda tsunami. Air surut ini biasanya akan dilanjutkan dengan semburan gelombang besar atau tsunami.
Namun, tidak semua air laut surut adalah tanda-tanda tsunami. Salah satu yang membedakan adalah bau garam tercium sangat kencang oleh indera penciuman ketika air laut surut tiba-tiba.
Ciri-ciri tsunami lainnya adalah saat terdengar suara gemuruh yang begitu besar dari kejauhan. Suara gemuruh itu terasa besar dan keras.
Baca juga: Kok Bisa-bisanya Tsunami Palu Tak Terdeteksi? BIG Beberkan Masalahnya
Selain itu, meskipun tidak selalu berpotensi tsunami, gempa dengan kekuatan magnitudo besar juga bisa menjadi salah satu ciri akan terjadinya tsunami.
Karena gempa dengan skala besar memang dapat menimbulkan tsunami.
Sebagai informasi, nama tsunami sendiri berasal dari bahasa Jepang.
Kata'tsu' yang berarti pelabuhan. Sementara 'name' artinya gelombang.
Tsunami dikenal sebagai gelombang pelabuhan, karena daya hancurnya baru tampak ketika gelombang tersebut telah sampai ke pelabuhan atau pantai.
Tsunami merupakan perpindahan badan air permukaan air laut secara vertikal yang terjadi secara tiba-tiba.
Perubahan permukaan air laut ini bisa disebabkan oleh gempa bumi yang pusatnya di bawah laut.
Selain itu, tsunami juga bisa terjadi karena adanya letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut ataupun benturan meteor di lautan.
Sejarawan asal Yunani yang bernama Thucydides merupakan orang pertama yang mengaitkan tsunami dengan gempa bawah laut. Hal ini tertuang dalam bukunya yang berjudul History of the Pelopponesian War.
Namun, hingga abad ke 20, pengetahuan tentang penyebab tsunami masih sangat minim. Sejak saat itu, berbagai penelitian terkait tsunami terus dilakukan hingga kini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.