Dari luar, Bank Sampah Dhuawar Sejahtera terlihat sepi. Beberapa karung sampah tergeletak di depannya. Ketika mendekatinya, suara bising mesin terdengar menderu-deru.
Dari teralis bangunan, tampak seorang lelaki mengenakan masker berwarna hijau. Tangan kanannya sibuk memasukkan plastik kresek ke dalam sebuah mesin, sementara tangan kirinya memegang tuas mesin.
"Ini mesin pencacah plastik," kata Saridjan, 47, sambil membetulkan masker yang dikenakannya.
Saridjan adalah tenaga operasional di Bank Sampah Induk Dhuawar Sejahtera. Siang itu dia bertugas mengoperasikan mesin pencacah plastik kresek bersama seorang temannya, Jemiyo, 50.
Baca juga: Studi Awal, Plastik Bebas BPA Belum Tentu Aman untuk Kesehatan
Seorang perempuan yang memperkenalkan dirinya sebagai Febriyanti menjelaskan aktivitas bank sampah yang dikelolanya itu.
Febriyanti mengaku mengerjakan progam aspal dengan campuran plastik kresek sejak awal bulan lalu. Sudah ada sekitar satu ton sampah plastik kresek yang dia terima. Sampah itu dia dapatkan dari semua sekolah di seluruh Kulon Progo.
"Tahap pertama kemarin pada akhir Agustus dan awal September, ada sekitar satu ton sampah plastik kotor," katanya.
Dari sekolah, sampah itu dikumpulkan di Unit Pelayanan Terpadu Daerah (UPTD) setiap kecamatan. Sampah lalu dibawa ke Bank Sampah terdekat untuk ditimbang.
Setelah dicatat timbangannya dalam tabungan sampah, baru dikirimkan ke Bank Sampah Induk Dhuawar Sejahtera yang dipimpinnya untuk dipilah dan diolah menjadi kecil-kecil.
Tidak semua plastik kresek bisa menjadi bahan campuran aspal, hanya plastik kresek yang tipis dan mengkilap.
Febriyanti harus memilahnya terlebih dahulu dan membersihkan plastik dari berbagai macam logam. Tak jarang, plastik-plastik kresek yang terkumpul berisi logam seperti paku atau uang recehan serta batu kecil.
"Kalau ada logam atau batu bisa merusak mesin pencacah," katanya.
Setelah dicacah, plastik akan dibeli Dinas Pekerjaan Umum. Febriyanti belum menentukan harga plasik cacahan perkilonya, dia memperkirakan sekitar Rp3.000.
"Rencananya sekitar tiga ribu, karena alat pencacah plastik dan listriknya merupakan bantuan dari Dinas PU," katanya.
Sejak awal beroperasi sampai pertengahan bulan, Febriyanti mengaku baru mendapatkan 10 kantong besar dengan taksiran timbangan sekitar 100 kg. Kendalanya adalah mesin yang pengoperasiannya tidak bisa maksimal karena mesin harus diistirahatkan 15 menit setelah 1 jam beroperasi.