NASA kemudian mengembangkan 'faecal containment system' atau sistem penahan feses. Ini terdiri dari celana pendek dengan lapisan bahan penyerap.
Celana pendek akan berguna menahan ekskreta atau kotoran.
Lalu bagaimana ketika era perempuan pergi ke luar angkasa?
Untuk memungkinkan para perempuan astronot ini buang air di luar angkasa, NASA menciptakan Disposable Absorption Containment Trunk, atau kontainer penyerapan sekali pakai.
Bentuknya mirip celana pendek untuk bersepeda yang dirancang untuk menyerap kencing.
Selain itu, pesawat ulang-alik juga dilengkapi dengan toilet senilai $50.000 yang disebut Waste Collection System atau Sistem Pengumpul Limbah.
Tapi, lagi-lagi, sistem ini tetap tidak mudah untuk digunakan karena ukuran lubangnya hanya seperempat ukuran lubang toilet di Bumi.
Astronot harus berlatih menggunakan toilet ini terlebih dahulu di Bumi. Terlebih lagi tidak ada tisu toilet yang bisa digunakan di sana.
Itu mungkin mengapa, toilet luar angkasa menjadi pengalaman yang tak layak dikenang.
Para ilmuwan mendeskripsikan buang air besar dan buang air kecil sebagai aspek menganggu perjalanan luar angkasa.
Pendapat serupa juga diungkapkan astronot Peggy Whitson, yang mencatatkan 655 hari di luar angkasa. Bagi Whitson, pergi ke toilet ketika di luar angkasa menjadi bagian yang paling tidak menyenangkan.
"Berada di gravitasi nol itu sesuatu hal yang luar biasa, tetapi pergi ke kamar mandi di luar angkasa benar-benar hal yang tidak menyenangkan," katanya.
Baca juga: Operasi di Luar Angkasa akan Jadi Kendala, Seperti Apa?
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.