Untuk mengetahuinya, Profesor Oxenham dan rekan-rekannya memeriksa DNA yang diambil dari sisa-sisa manusia yang ditemukan di lima situs Asia Tenggara kuno.
Usia spesimen berkisar dari sekitar 4.100 tahun yang lalu, selama periode Neolitik, hingga Zaman Besi, 1.700 tahun yang lalu.
Tetapi mengekstraksi informasi genetik dari sampel lama seperti itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.
Dalam sel, DNA genom digulung dalam untaian panjang, tetapi ketika suatu organisme mati, untaian tersebut mulai berantakan.
Salah satu kendala DNA lebih cepat hancur adalah iklim panas dan lembab yang ada di Asia Tenggara.
Beruntung para ahli genetika tidak membutuhkan keseluruhan genom, namun hanya beberapa bagian khusus.
Dari 146 tulang manusia purba, para peneliti mampu mengekstrak dan membagi menjadi 18 kelompok.
Saat ahli membandingkan DNA Asia Tenggara kuno dengan yang berasal dari daerah sekitarnya, mereka menemukan tanda genetik asing yang berasal dari China Selatan.
Jadi, mungkin para petani dari China perlahan menyebar melalui Asia Tenggara antara 4.100 hingga 4.500 tahun yang lalu, membawa bahasa mereka dan teknologi pertanian seperti pembuatan alat dan tembikar.
Baca juga: Pakai Bioslurry, Panen Cabai Petani Ini Melimpah
Beberapa ribu tahun kemudian, masuknya para petani China Selatan yang lain membuat perjalanan yang sama, dibuktikan oleh denyut gen yang berbeda yang mengalir ke Asia Tenggara.
Menurut Profesor Oxenham, percampuran genetik antara migran dengan penduduk asli menciptakan keragaman seperti yang terlihat. Ada Thailand, Malaysia, Vietnam, Indonesia, Filipina, dan sebagainya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.