KOMPAS.com - Para arkeolog mengambil DNA dari tulang purba yang ditemukan di Vietnam, Kamboja, Thailand, dan Myanmar untuk memperkirakan kapan pertama kalinya gen pemburu-pengumpul muncul di kawasan tersebut.
Mereka menemukan, gen China Selatan bertepatan dengan munculnya pertanian di Asia Tenggara sekitar 4.100 hingga 4.500 tahun yang lalu, bersamaan dengan munculnya tembikar dan peralatan yang dibuat dengan gaya China selatan.
Denyut gen kedua mengalir dari China ke Asia Tenggara beberapa ribu tahun kemudian.
"Analisis genetik menguatkan bukti linguistik dan arkeologi dari penyebaran manusia di Asia Tenggara," kata Marc Oxenham, seorang ahli bioarkeologi di Australian National University dan anggota penulis studi yang diterbitkan dalam jurnal Science, Kamis (17/5/2018).
Baca juga: Mengenal Rangkong Gading, Sang Petani Hutan Sejati
"Kami telah menemukan bukti pergerakan genetik dan (genetik) campuran," katanya.
"Baik itu menyatukan kehidupan orang-orang kuno melalui tembikar atau menjelajahi silsilah genetik lewat DNA kuno, (masing-masing) memiliki benang merah yang membentuk Asia Tenggara kuno," jelasnya.
DNA purba menceritakan sebuah kisah
Asia Tenggara memiliki sejarah manusia yang kaya dan kompleks. Manusia pertama yang dikenal dengan Homo erectus, pertama kali muncul di sana lebih dari 1,6 juta tahun yang lalu.
Homo sapiens modern, muncul jutaan tahun kemudian sekitar 70.000 tahun yang lalu.
"Selama puluhan ribu tahun, koloni pemburu-pengumpul beragam dan berevolusi," kata Profesor Oxenham.
"Hari ini kita masih melihat kehadiran mereka, atau keturunannya, sebagai penduduk asli Australia, Papua, dan sebagainya," imbuh Oxenham.
Sekitar 4.500 tahun yang lalu, pertanian muncul bersama dengan alat dan tembikar yang dibuat dalam gaya populasi China Selatan.
Terkait apakah ide pertanian muncul bersamaan dengan migrasi orang-orang China Selatan dengan ditemukannya peralatan mereka, tidak ada yang dapat memastikan.
Bastien Llamas, ahli paleogenetik University of Adelaide, Australia yang tidak terlibat dalam penelitian ini pun mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi.
"Apakah para petani datang dari tempat lain, membawa teknologi baru ini bersama mereka? Atau apakah itu difusi budaya, jadi para pemburu-pengumpul perlahan belajar dan beradaptasi dengan cara-cara baru untuk menjadi petani?" tanya Llamas.
Baca juga: Miris, 60.000 Petani di India Bunuh Diri karena Perubahan Iklim