Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Rangkong Gading, Sang Petani Hutan Sejati

Kompas.com - 23/11/2017, 21:33 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

KOMPAS.com -- Sudahkah Anda mengenal rangkong gading (Rhinoplax vigil)? Rangkong gading mungkin hanya satu di antara 1.700 burung yang dimiliki Indonesia, tetapi ia bukan burung sembarangan.

Dilansir dari siaran pers yang diterima Kompas.com, rangkong gading memiliki nilai budaya yang sangat tinggi, terutama bagi masyarakat Kalimantan Barat. Burung istimewa ini dipercaya sebagai tingang, tajak, atau tajay atau simbol “alam atas” yaitu alam kedewataan.

Selain itu, rangkong gading juga memiliki peran penting bagi alamnya sendiri. Yok Yok Hadiprakasa dari Rangkong Indonesia menyebut burung ini sebagai “petani hutan sejati”.

Alasannya, rangkong gading yang memakan buah, tetapi tidak mencerna biji, bisa membawa dan menyebarkan biji tanaman sejauh 100 kilometer. “Jadi, mereka yang menanam pohon-pohon secara alami,” ujarnya dalam acara konferensi pers penyusunan Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) Rangkong Gading di Jakarta, Kamis (23/11/2017).

Baca juga : Rangkong Gading Berstatus Kritis, Ini Langkah Pemerintah Indonesia

Sayangnya, rangkong gading kini telah berstatus kritis. Suaranya yang khas sudah jarang terdengar di hutan-hutan Sumatera dan Kalimantan karena penangkapan dan perburuan liar.

Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan, terutama karena burung ini tidak mudah dikembangbiakkan di penangkaran dan memiliki karakter yang khusus.

Untuk berkembang biak, rangkong gading membutuhkan waktu relatif lebih lama daripada rangkong jenis lainnya di Asia, yakni sekitar 180 hari atau enam bulan untuk menghasilkan satu anak.

Sarangnya pun tidak bisa dibangun sembarangan. Yok Yok berkata bahwa rangkong gading membangun sarangnya pada pohon yang setidaknya 50 meter atau lebih tinggi. Pohon ini juga harus besar dan berlubang alami dengan bonggol khas di depannya.

Artinya, rangkong gading sangat membutuhkan hutan, seperti hutan itu membutuhkan burung ini.

Baca juga : Meski Selamat, Kondisi Ratusan Burung Paruh Bengkok Memprihatinkan

Lalu, selama bertelur, rangkong gading betina akan mengurung dirinya di sarang dan bulunya meluruh untuk dijadikan alas yang menjaga kehangatan telur. Kondisi ini membuat betina tidak bisa terbang sampai anak siap keluar dari sarang.

Keluarga rangkong gading pun harus bergantung pada jantan untuk menghantarkan makanan.

Jadi, bisa dikatakan bahwa membunuh satu ekor jantan rangkong gading sama dengan membunuh satu keluarga rangkong gading di alam.

Oleh karena itu, Ir Bambang Dahono Adji, MM, Msi selaku Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati meminta masyarakat untuk turut menjaga dan mengawasi kelangsungan burung rangkong.

Salah satu caranya adalah dengan tidak membantu atau melakukan perburuan liar terhadap petani hutan ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau