Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Romo Marselus Hasan, Terangi NTT dengan Energi Terbarukan

Kompas.com - 04/05/2018, 21:06 WIB
Shela Kusumaningtyas,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

Listrik dari tiap PLTMH besarannya beragam, dari 35 kwh sampai 100 kwh. Biasanya dipakai untuk pelayanan fasilitas umum seperti rumah sakit, rumah adat, puskesmas pembantu; serta rumah warga,” ungkapnya.

Baca juga : Kisah dari Desa Pengudang, Selamatkan Ikon Bintan dengan Menjaga Lamun

Kendala Biaya

Kendala utama masih seputar pembiayaan untuk mendirikan PLTMH. Untuk rintisan pertama PLTMH Wae Rina, warga masih sanggup untuk melunasi iuran awal.

Namun, kenaikan harga BBM memaksa Marselus menaikkan tarif menjadi Rp 2,75 juta. Akibatnya, warga sempat berontak.

Pendeta itu pun mengupayakan cara lain. Salah satunya dengan menggandeng lembaga keuangan seperti Bank NTT, koperasi, dan UNDP. Pinjaman didapat dan warga dibebankan untuk melunasinya dengan cara dicicil.

“Kami lewat UNDP, juga pernah mendapat dana CSR dari Bank NTT sebesar Rp 1,36 miliar, ungkapnya.

Marselus mengimbuhkan, pemerintah NTT tahun 2015 juga pernah kasih Rp 70 juta untuk pendirian PLTMH Wae Laban. Namun, nominal ini terbilang kecil karena tiap PLTMH minimal butuh Rp 2-3 miliar. Itu belum termasuk biaya perencanaan dan survei yang menelan anggaran sekitar Rp 150 juta.

Bahkan, jika dijumlah keseluruhan uang hasil swadaya masyarakat yang terkumpul selama ini untuk semua PLTMH bisa mencapai Rp 13 miliar.

Baca juga : Sintas dari Kanker Kolorektal, Kisah Umbu Hidup dengan Kantung Stoma

Memetik Manfaat

Masyarakat tidak hanya berswadaya berupa uang tapi juga tenaga sehingga pengerjaan bisa ditekan waktu penyelesaiannya antara 76 hingga 100 hari.

Lagi-lagi, sebenarnya lamanya penggarapan proyek tergantung pada kesiapan dana yang dibutuhkan. Jika tidak ada dana, pengadaan bahan terhambat dan membuat pembangunan tertunda.

Namun setidaknya, kini sebagian warga NTT bisa bernapas lega. Minimnya akses listrik teratasi berkat PLTMH. Mereka di antaranya adalah warga yang tinggal di Desa Melo, Golo Ndaru, Deno, Leong, dan Arus; Kecamatan Poco Ranaka, Manggarai Timur.

Selain itu mereka yang menghuni Desa Rana Mese, Kecamatan Sambi Rampas. Adapula penduduk dari Kecamatan Elar, Manggarai Timur; Desa Biting, Rana Gapang, dan Kelurahan Tiwu Kondo. Dan warga dari Kecamatan Macang Pacar, Desa Rego.

Anak-anak yang berstatus murid sekolah kini bisa belajar tiap malam. Sebelum listrik tenaga air menyapa desa, biasanya mereka langsung tidur saat hari berakhir. Sebab, gelap lebih sering menemani malam.

“Bagian pentingnya, ada perubahan mental di masyarakat. Dari yang sekadar mengandalkan hadirnya proyek, kini berani swadaya untuk ciptakan proyek,” ujarnya bangga.

Dengan demikian, masyarakat secara tidak langsung terlatih merawat PLTMH. Sebab merasa ikut membangun dan berjuang. Sehingga rasa memilikinya tinggi, kata pria peraih penghargaan energi kategori prakarsa perorangan Kementerian ESDM tahun 2016.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau