Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Pertobatan Pemburu Duyung dari Desa Air Glubi

Kompas.com - 27/04/2018, 20:53 WIB
Shierine Wangsa Wibawa

Penulis

BINTAN, KOMPAS.com - Bila berpapasan di jalan, Anda mungkin tidak akan pernah menyangka bahwa Munsa adalah mantan pemburu duyung andal.

Pria yang tidak tahu pasti usianya ini - Munsa selalu bilang dia 70 tahun lebih – hingga beberapa tahun lalu, memburu mamalia laut yang beratnya bisa mencapai ratusan kilogram.

“Saya ini ahli menangkap duyung pakai tombak,” ujar Munsa.

Ditemui di rumahnya di Desa Air Glubi, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, Kamis (26/4/2018), Munsa membagikan banyak cerita berburu duyung kepada para wartawan, mulai dari kemampuannya mengetahui ukuran duyung hanya dari suara hingga pengalaman memelihara duyung di depan rumahnya.

“Saya tahu ke mana-mana gerak duyung. Kalau dia turun (ke dalam air), saya tahu keluarnya ke mana,” katanya.

Baca juga : Kisah dari Desa Pengudang, Selamatkan Ikon Bintan dengan Menjaga Lamun

Orang-orang suku laut seperti Munsa tidak bisa hidup jauh dari lautan.

Dia pertama kali memburu duyung pun ketika masih seusia cucunya kini, sekitar tujuh tahun, dengan mengikuti ayahnya. Ibarat sekolah, sebut Munsa.

Dari ayahnya jugalah, Munsa belajar membaca waktu terbaik untuk memburu duyung dari pasang surut air dan angin laut, dan cara membuat mata tombak khusus yang sekalinya menembus kulit duyung yang tebal dan licin, tidak akan bisa lepas lagi.

Mata tombak yang dibuat oleh MunsaShierine Wibawa/Kompas.com Mata tombak yang dibuat oleh Munsa

Menggunakan tombaknya, Munsa telah memburu begitu banyak duyung hingga jumlahnya tak terhitung lagi.

Namun, di antara cerita-cerita fantastis tersebut, terselip kekejaman terhadap duyung yang bisa membuat bulu kuduk berdiri.

Untuk memburu seekor duyung, Munsa perlu menombak tiga kali. Setelah mata tombak pertama masuk dan tidak akan keluar lagi, tombak kedua dan ketiga pun ditancapkan. Kemudian, duyung yang masih hidup ditali pada jarak 200 meter ke kapal dan diseret di lautan.

“Harus hati-hati. Kalau perahu sudah miring, kebalik sudah,” ujarnya.

Dia pun secara khusus memilih duyung yang sudah dewasa karena memiliki lebih banyak gigi dan daging untuk dijual.

Johar, putra bungsunya yang kini juga berburu duyung berkata bahwa duyung pertama yang keluar dari air masih kecil. “Kalau mau tombak, tombak yang kedua atau yang belakang. Itu yang besar,” imbuh Munsa.

Baca juga : Indonesia Cuma Punya Dua Kerangka Duyung, Salah Satunya di Sini

Usaha keluarga

Halaman Berikutnya
Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau