Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kali Pertama, Tulang Manusia Ungkap Keparahan Radiasi Bom Hiroshima

Kompas.com - 02/05/2018, 11:19 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Mascarenhas awalnya mengira temuannya ini hanya akan digunakan para arkeolog untuk melakukan penanggalan tulang kuno.

Pada 1972, Mascarenhas tiba di Jepang dan mendapat tulang rahang korban ledakan Hiroshima. Ia pun menggunakan metode temuannya untuk meneliti tulang tersebut.

"Mereka memberi saya tulang rahang dan saya memutuskan untuk mengukur seberapa parah radiasinya di Universitas Hiroshima. Saya perlu membuktikan secara eksperimental bahwa temuan saya asli," ujar Mascarenhas dalam sebuah pernyataan.

Meski analisisnya belum sempurna karena keterbatasan teknologi yang tidak dapat memisahkan sinyal asing dengan sinyal yang diinduksi bom atom, ia mempresentasikan hasil temuannya dalam pertemuan tahunan American Physical Society di Washington, D.C. pada 1973.

Setelah itu Mascarenhas diizinkan untuk membawa pulang tulang rahang itu dan menyimpannya.

Analisis baru

Berkat kemajuan teknologi, para peneliti dapat memisahkan sinyal asing dosis radiasi dari serangan nuklir.

"Sinyal asing adalah garis luas yang dapat dihasilkan oleh berbagai hal berbeda dan tidak memiliki tanda khusus," ujar Baffa.

"Sinyal dosimetri adalah spektral. Setiap radikal bebas beresonansi pada titik spektrum tertentu saat terkena medan magnet," imbuhnya.

Baca juga : Mengapa Masih Ada Orang yang Melakukan Bom Bunuh Diri? Sains Jelaskan

Saat As menjatuhkan bom atom, ledakannya sekitar 580 meter di atas Hiroshima. Sedangkan tulang rahang ini ditemukan sejauh 1,5 kilometer dari hiposenter bom.

Untuk mempelajari tulang, para peneliti mengeluarkan potongan kecil yang digunakan dalam penelitian sebelumnya dan melakukan penyinaran di laboratorium. Proses ini dikenal sebagai metode dosis tambahan.

"Kami menambahkan radiasi ke material dan mengukur kenaikan sinyal dosimetrik agar mampu mengukur sampel lain termasuk bagian berbeda dari tulang rahang," jelas Baffa.

Teknik ini memungkinkan peneliti untuk menentukan dosis radiasi yang diterima tulang, dengan distribusi dosis yang ditemukan di sekitar Hiroshima, termasuk batu bata dinding dan genteng.

"Pengukuran yang kami peroleh dalam studi terbaru ini lebih dapat diandalkan dan lebih terkini daripada temuan awal. Namun, saya masih mengevaluasi metodologi yang seribu kali lebih detail dari ESR. Akan kami kabarkan dalam beberapa bulan lagi," ujar Mascarenhas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com