KOMPAS.com — Kendati repot harus mengurus dua anak sekaligus, memiliki anak kembar menjadi dambaan beberapa pasangan suami istri. Konon, jika ingin punya anak kembar, haruslah memiliki garis keturunan kembar juga.
Namun, rupanya pasangan suami istri yang tidak ada garis keturunan kembar tidak perlu berkecil hati.
Menurut dokter spesialis kandungan dan kebidanan, Benny Johan Marpaung, peluang hamil bayi kembar tetap bisa terjadi walaupun berjenis kembar fraternal (kembar tidak identik).
Artinya, ada lebih dari satu sel telur yang dibuahi oleh sel sperma yang berbeda.
Benny menyebut setidaknya lima faktor yang membuat seorang wanita bisa mengandung bayi kembar fraternal.
Baca juga: Tak Hanya Penampilan, Kembar Identik Juga Punya Kemiripan Molekuler
1. Usia
"Wanita yang lebih tua cenderung punya kemungkinan lebih besar untuk dapat bayi kembar," ujarnya saat dihubungi Kompas.com pada Jumat (14/4/2018).
Pada usia di atas 35 tahun, wanita cenderung mengeluarkan lebih dari satu folikel sel telur saat masa subur (ovulasi). Peningkatan produksi ovum ini didorong oleh makin banyaknya follicle stimulating hormone (FSH) pada usia yang lebih matang dibandingkan usia lebih muda.
Kendati demikian, Benny tetap mewanti-wanti ibu hamil di atas usia 35 tahun agar berhati-hati. Sebab, ada risiko yang mengintai kehamilan pada usia tua, seperti hipertensi.
2. Jumlah Anak Sebelumnya
Benny juga mengatakan bahwa perempuan yang sebelumnya telah punya anak lebih dari satu memiliki peluang yang lebih besar untuk punya anak kembar di kehamilan berikutnya.
"Tandanya sistem reproduksinya tidak ada masalah. Ovulasi juga baik-baik saja sehingga lebih berpotensi besar melepaskan lebih dari satu sel telur saat ovulasi," ujarnya.
Baca juga: Wanita AS Lahirkan Bayi Kembar Enam, Ini Penjelasan Ilmiahnya
Selain ibu dengan banyak anak, ibu yang pernah hamil kembar juga kemungkinannya lebih besar dalam mendapat anak kembar berikutnya. Pasalnya, sang ibu telah terbukti punya kemampuan memproduksi lebih dari satu ovum.
Meski demikian, Benny belum berani menjamin. Sebab, belum ada penelitian ilmiah kuat yang mendukung hal tersebut. "Semua itu mesti dibuktikan secara ilmiah dulu," ujarnya.
3. Metode bayi tabung atau in vitro fertilization (IVF)