Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

4 Remaja Ini Bikin Penemuan Pengubah Dunia, Seperti Apa?

Kompas.com - 16/04/2018, 20:06 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Editor

Meski tanpa pendampingan sang ayah, tapi minat Shaarook terhadap ruang angkasa masih terus berkembang. Sebagai remaja dia bergabung dengan Space Kidz India, sebuah organisasi yang berdedikasi untuk mendidik anak-anak muda yang punya renjana (passion) pada teknologi.

Dia membentuk tim yang terdiri dari enam orang dan mendedikasikan waktu selama empat tahun ke depan untuk membuat sebuah satelit, dengan bimbingan pendiri dan direktur organisasi.

Setiap malam, remaja-remaja ini akan mendiskusikan rencana mereka melalui panggilan video, seringkali sampai 04.30 pagi. Akhirnya mereka membuat KalamSat, satelit teringan di dunia.

Dengan bobot hanya 64 gram, berat satelit itu hampir sama dengan baterai besar. Pada dasarnya satelit itu berwujud kubus berukuran 3,8 sentimeter yang terbuat dari plastik cetakan 3D, diperkuat dengan serat karbon.

Satelit itu berisi beberapa sensor yang berbeda, termasuk untuk mengukur temperatur, daya magnet, ketinggian, dan setiap tekanan pada struktur ketika meluncur ke luar angkasa.

KalamSat juga memiliki sumber tenaga sendiri dan sebuah komputer kecil, untuk menghidupkan seluruh sensor di momen yang tepat dan menyimpan data-data.

Shaarook berencana meluncurkan KalamSat menuju sub-orbit, untuk menguji kemampuan plastik yang diperkuat dalam gravitasi mikro. Material ringan yang dapat menahan tekanan perjalanan ruang angkasa sangat berguna, karena harganya hanya sekitar Rp 137,7 juta untuk meluncurkan bahan seberat 450 gram ke luar angkasa.

Setelah mencapai tujuannya, satelit itu hanya membutuhkan 12 menit untuk mengumpulkan data, sebelum kembali ke Bumi dan mendarat di lautan.

Pada 22 Juni 2017, peralatan itu berhasil diluncurkan di fasilitas Badan Antariksa AS (NASA) di Pulau Wallop di Virginia - tempat yang namanya diambil dari nama, ilmuwan terkenal dan mantan presiden APJ Abdul Kalam, yang pernah datang berkunjung setengah abad sebelumnya.

Baca juga: Bukti Baru, Efek Buruk Rokok Lebih Mengerikan Bagi Perokok Remaja

3. Hannah Herbst, 17 tahun, Florida

Herbst terinspirasi untuk menemukan sesuatu pada usia 15 tahun. Hal ini mulai terpikirkan olehnya ketika sahabat penanya yang berusia sembilan tahun dan tinggal di Ethiopia tidak memiliki akses listrik.

Kondisi ini sebelumnya telah banyak terjadi dan bukan sesuatu yang mengejutkan. Sebagi informasi, ada sebanyak 1,3 juta orang yang hari ini hidup tanpa listrik.

Prihatin dengan keadaan tersebut, Herbst kemudian mengemukakan sebuah alat yang dia namai Beacon. Alat ini mengalirkan akses listrik ke negara-negara melalui energi lautan yang menangkap energi secara langsung dari gelombang laut.

Pemikiran Herbst didasari oleh kenyataan bahwa populasi manusia cenderung menetap di sekeliling kumpulan air. Sekitar 40 persen dari penduduk dunia tinggal dalam radius 10 kilometer dari pantai dan hanya 10 persen tinggal 10 kilometer lebih jauh dari sumber air tawar yang tak perlu digali, seperti sungai atau danau.

Teknologi ini terdiri dari sebuah tabung plastik berongga, dengan baling-baling di satu ujung dan generator hidroelektrik di sisi lainnya. Energi pasang surut mendorong baling-baling, mengubahnya menjadi energi yang dapat digunakan oleh generator.

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau