KOMPAS.com - Remaja sering dianggap sebagai anak yang terlalu muda untuk minum minuman keras, menyetir, atau bahkan menggunakan Uber. Namun, siapa sangka banyak dari remaja dunia yang berprestasi.
Bahkan, di antara mereka, beberapa telah mendaftarkan hak cipta.
Sejauh ini, remaja dikenal memiliki perubahan emosi yang cepat, kecanduan media sosial, dan pilihan mode yang dipertanyakan. Namun sejumlah remaja mematahkan anggapan tersebut.
Sebuah generasi baru yang mampu memecahkan masalah kekinian dengan teknologi terobosan yang ambisius.
Jadi jika Anda belum merasa sebagai orang yang kurang berprestasi, inilah daftar pendek empat remaja luar biasa yang membentuk kembali dunia tempat kita tinggal.
1. Keiana Cavé, 18 tahun, New Orleans
Cavé mencuri perhatian dengan gagasannya tentang tumpahan minyak di Deepwater Horizon, Meksiko pada 2010. Itu adalah tumpahan minyak maritim terbesar dalam sejarah manusia.
Minyak yang tumpah mencakup 4,9 juta barel (210 juta galon, atau 780.000 meter kubik) di salah satu perairan yang penting di planet ini.
Akibatnya, jumlah bayi lumba-lumba yang sekarat enam kali lebih besar dibandingkan angka biasanya. Sementara itu, para nelayan dan ilmuwan melaporkan "angka yang menggelisahkan" dari hewan laut yang cacat termasuk udang tanpa mata dan rongga mata serta ikan dengan luka dan nanah.
Melihat semua pemberitaan di televisi, Cavé dengan cepat merasa bahwa pasti ada kerusakan lingkungan yang tersembunyi. Dia lalu memusatkan perhatian untuk menemukan apa yang sebenarnya terjadi.
Pada usianya yang baru menginjak 15 tahun saat itu, Cave mulai mempelajari apa yang akan terjadi dengan minyak ketika dibiarkan mengambang di permukaan laut. Dia menemukan bahwa ketika minyak mentah terkena sinar ultraviolet dari matahari, minyak akan bereaksi membentuk bahan kimia yang karsinogenik.
Penelitiannya ini kemudian ditulis dalam dua makalah saintis dan dua paten, untuk metode kimia pendeteksi karsinogen.
Cave juga meluncurkan sebuah perusahaan rintisan bernama Mare, yang berupaya menyebarkan pendeteksi sehingga tidak merusak. Risetnya baru saja menerima pendanaan sebesar US$1,2 juta atau Rp16,5 miliar.
2. Rifath Shaarook, 18 tahun, India
Ketika Shaarook masih kanak-kanak, dia menghabiskan beberapa jam menatap angkasa melalui lensa teleskop dengan ayahnya. Sayangnya, Mohamed Farook, ayah Shaarook sekaligus profesor lokal dan ilmuwan itu meninggal ketika anaknya masih duduk di sekolah dasar.
Meski tanpa pendampingan sang ayah, tapi minat Shaarook terhadap ruang angkasa masih terus berkembang. Sebagai remaja dia bergabung dengan Space Kidz India, sebuah organisasi yang berdedikasi untuk mendidik anak-anak muda yang punya renjana (passion) pada teknologi.
Dia membentuk tim yang terdiri dari enam orang dan mendedikasikan waktu selama empat tahun ke depan untuk membuat sebuah satelit, dengan bimbingan pendiri dan direktur organisasi.
Setiap malam, remaja-remaja ini akan mendiskusikan rencana mereka melalui panggilan video, seringkali sampai 04.30 pagi. Akhirnya mereka membuat KalamSat, satelit teringan di dunia.
Dengan bobot hanya 64 gram, berat satelit itu hampir sama dengan baterai besar. Pada dasarnya satelit itu berwujud kubus berukuran 3,8 sentimeter yang terbuat dari plastik cetakan 3D, diperkuat dengan serat karbon.
Satelit itu berisi beberapa sensor yang berbeda, termasuk untuk mengukur temperatur, daya magnet, ketinggian, dan setiap tekanan pada struktur ketika meluncur ke luar angkasa.
KalamSat juga memiliki sumber tenaga sendiri dan sebuah komputer kecil, untuk menghidupkan seluruh sensor di momen yang tepat dan menyimpan data-data.
Shaarook berencana meluncurkan KalamSat menuju sub-orbit, untuk menguji kemampuan plastik yang diperkuat dalam gravitasi mikro. Material ringan yang dapat menahan tekanan perjalanan ruang angkasa sangat berguna, karena harganya hanya sekitar Rp 137,7 juta untuk meluncurkan bahan seberat 450 gram ke luar angkasa.
Setelah mencapai tujuannya, satelit itu hanya membutuhkan 12 menit untuk mengumpulkan data, sebelum kembali ke Bumi dan mendarat di lautan.
Pada 22 Juni 2017, peralatan itu berhasil diluncurkan di fasilitas Badan Antariksa AS (NASA) di Pulau Wallop di Virginia - tempat yang namanya diambil dari nama, ilmuwan terkenal dan mantan presiden APJ Abdul Kalam, yang pernah datang berkunjung setengah abad sebelumnya.
3. Hannah Herbst, 17 tahun, Florida
Herbst terinspirasi untuk menemukan sesuatu pada usia 15 tahun. Hal ini mulai terpikirkan olehnya ketika sahabat penanya yang berusia sembilan tahun dan tinggal di Ethiopia tidak memiliki akses listrik.
Kondisi ini sebelumnya telah banyak terjadi dan bukan sesuatu yang mengejutkan. Sebagi informasi, ada sebanyak 1,3 juta orang yang hari ini hidup tanpa listrik.
Prihatin dengan keadaan tersebut, Herbst kemudian mengemukakan sebuah alat yang dia namai Beacon. Alat ini mengalirkan akses listrik ke negara-negara melalui energi lautan yang menangkap energi secara langsung dari gelombang laut.
Pemikiran Herbst didasari oleh kenyataan bahwa populasi manusia cenderung menetap di sekeliling kumpulan air. Sekitar 40 persen dari penduduk dunia tinggal dalam radius 10 kilometer dari pantai dan hanya 10 persen tinggal 10 kilometer lebih jauh dari sumber air tawar yang tak perlu digali, seperti sungai atau danau.
Teknologi ini terdiri dari sebuah tabung plastik berongga, dengan baling-baling di satu ujung dan generator hidroelektrik di sisi lainnya. Energi pasang surut mendorong baling-baling, mengubahnya menjadi energi yang dapat digunakan oleh generator.
Setelah merancang sebuah purwarupa turbin menggunakan model komputer, Herbst mencetaknya dari cetakan 3D dan mengujinya pada sebuah jalur laut.
Berdasarkan perhitungan Herbst, jika skala desainnya diperbesar, Beacon dapat mengisi tiga baterai mobil secara simultan dalam waktu satu jam.
Dia juga memperhitungkan bahwa energi yang dihasilkan dapat digunakan untuk memberi daya pada teknologi pemurnian air atau mesin pemisah sel darah di rumah sakit di negara berkembang.
Penemuan ini memenangkan penghargaan Discovery Education 3M Young Scientist Challenge pada 2015 dan berbagai penghargaan lain. Herbst saat ini tengah melanjutkan studi mesin komputer sembari menyelesaikan sekolah menengahnya.
4. Julian Rios Cantu, 18 tahun, Meksiko
Cantu baru berusia 13 tahun ketika ibunya didiagnosa kanker payudara. Dia melihat sebuah kengerian ketika tumor itu membengkak dari seukuran butir beras menjadi benjolan sebesar bola golf hanya dalam waktu kurang dari enam bulan.
Ibunya kemudian harus kehilangan kedua payudaranya, demi bisa bebas dari kanker.
Hanya beberapa tahun kemudian, Cantu berupaya untuk melindungi orang lain dari penyakit ini. Bersama dengan tiga temannya, dia membentuk perusahaan Higia Technologies, yang mengembangkan alat yang dapat dipakai yang dapat mendeteksi tanda-tanda kanker sejak dini.
Purwarupa bra EVA berisi sensor yang dapat dilekatkan pada bra normal. Bra ini hanya perlu digunakan selama satu jam saja setiap pekannya untuk dapat bekerja.
Perangkat ini dirancang untuk melihat perubahan temperatur kulit dan elastisitas, yang diketahui sebagai tanda dari penyakit kanker payudara.
Setelah setiap penggunaan, data dikirimkan ke aplikasi perusahaan. Selanjutnya, algoritma intelijen buatan menggunakannya untuk menghitung risiko orang tersebut.
Alat tersebut telah mendatangkan kucuran dana sebesar Rp 275,4 juta dengan memenangkan Global Student Entrepreneur Awards. Sayangnya, angka ini masih jauh untuk dapat memproduksi bra tersebut secara massal.
Apalagi, alat tersebut belum melalui uji coba klinis dan teknologi yang sama di masa lalu telah terbukti tidak dapat diandalkan.
Bagaimanapun, jika proyek tersebut berhasil, alat ini akan membantu menyelamatkan jutaan nyawa. Hampir 1,7 juta kasus baru kanker payudara didiagnosa pada 2012 dan pada tahun yang sama, menyebabkan lebih dari setengah juta kematian.
Deteksi dini memainkan peranan sangat penting, karena keberhasilan penanganan bergantung pada hal itu.
Penemu remaja masa kini merupakan bagian dari sebuah tradisi yang panjang.
Faktanya, banyak penemu terkenal di dunia memulainya sejak muda. Mereka menemukan televisi, telepon dan trampoline, juga huruf braille, kalkulator, es mambo dan sarung telinga sebelum mereka berulang tahun ke-20.
Jadi meskipun benar bahwa empat pelajar ini seluruhnya lebih bermata lebar dan memiliki wajah lebih segar dibandingkan kolega dewasa mereka, jangan salah, setiap dari mereka dapat menjadi Thomas Edison atau Elon Musk di masa mendatang.
https://sains.kompas.com/read/2018/04/16/200600923/4-remaja-ini-bikin-penemuan-pengubah-dunia-seperti-apa-