Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IDI Tunda Sanksi Terawan, Ini Tanggapan Konsil Kedokteran Indonesia

Kompas.com - 09/04/2018, 17:33 WIB
Shela Kusumaningtyas,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

Hasil persidangan nantinya akan merujuk pada sanksi disiplin yang diganjarkan kepada dokter yang melanggar.

Baca juga : Stroke, Terawan dan Cuci Otak, Bagaimana Masyarakat Harus Bersikap?

Bambang mengatakan, seumpama Terawan terbukti juga melanggar disiplin kedokteran tentu akan dikenai hukuman. “Kalau pelanggaran ringan bisa hukuman tertulis. Jika tidak bersalah ya dibebaskan. Namun kalau pelanggaran berat, ada ancaman tidak boleh praktik,” ungkapnya.

Pelarangan izin praktik tersebut menyusul dicabutnya Surat Tanda Registrasi (STR) oleh KKI. STR menjadi semacam surat izin mengemudi (SIM) yang dipunyai para dokter supaya bisa melakukan tindakan medis seperti pemeriksaan, operasi, dan berpraktik.

Apabila pencabutan STR itu diberikan kepada dokter yang bersalah secara disiplin keilmuan, maka tidak boleh ada pihak yang mempekerjakan dokter tersebut.

“Misalnya Terawan kena hukuman STR dicabut sekian bulan akibat pelanggaran disiplin, maka tidak boleh ada yang mempekerjakan dokter itu. Ada ancaman pidana,” tambah Bambang.

Sanksi pidana berupa denda Rp 100 juta rupiah bagi dokter yang berani praktik tanpa STR, sedangkan direktur rumah sakit yang kebablasan mempekerjakan dokter tanpa STR terancam penjara maksimal 10 tahun dan denda Rp 300 juta.

Baca juga : Riset Ilmiah Dianggap Solusi Polemik Cuci Otak ala Terawan

Belum Disepakati Kolegium

Sebuah temuan belum bisa diterapkan ke pasien apabila belum melalui serangkaian uji klinis pada binatang dan manusia. Menurut Bambang, ini bisa menjadi pangkal masalah pelanggaran disiplin.

Selain itu, temuan tersebut perlu dibicarakan dalam forum dokter sejawat untuk mendapatkan persetujuan. Bambang berkata bahwa terapi cuci otak Terawan belum melewati majelis kolegium dokter radiologi.

Proses ini, kata Bambang, untuk mengetahui efek dari terapi atau pengobatan baru yang diproklamirkan dokter. Tanpa peran dokter lain, bisa jadi dokter tersebut hanya mengklaim baik secara sepihak.

“Kalau penemuan baru, jangan gegabah diumumkan ke masyarakat. Ini perlu ada pandangan dari dokter yang satu bidang. Untuk melihat hasilnya, banyak yang gagal atau berhasil,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com