KOMPAS.com - Riset ilmiah diangggap menjadi solusi terkait kontroversi "cuci otak" dr Terawan Agus Putranto terhadap pasien stroke. Pintu untuk bantahan terhadap metode Terawan juga dibuka lebar melalui proses riset ilmiah dan akademis.
Hal ini disampaikan oleh Universitas Hasanuddin (Unhas) di Makassar yang menjadi tempat Terawan meraih gelar doktornya.
Kepala Humas dan Protokol Universitas Hasanuddin (Unhas) Ishaq Rahman, di Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (6/4/2018), menyarankan Terawan untuk menjalin komunikasi dengan IDI untuk meredakan kontroversi di masyarakat.
"Soal kode etik, itu adalah urusan IDI dan yang bersangkutan. Dalam data Unhas, Terawan masuk sebagai mahasiswa program doktor pada semester ganjil tahun 2012 dan menyelesaikan kuliah pada Agustus 2016,” kata Ishaq.
Baca Juga: Terkait Kasus Pelanggaran Dokter Terawan, Ini Tanggapan Kemenkes
Prof dr Irawan Yusuf, PhD, yang menjadi promotor Terawan Agus Putranto saat mengambil program doktor di Unhas, juga berkata bahwa Terawan memang mendalami terapi stroke dalam disertasinya dan menunjukkan bahwa heparin dapat membuka penyumbat pembuluh darah.
"Penanganan stroke harus cepat. Jika tidak, jaringan otak bisa mati. Jika jaringan otak mati, penyembuhan susah. Makanya banyak pasien stroke yang lumpuh dan lama. Dengan membuka sumbatan lebih cepat, pengobatan konvensional dapat dilakukan dengan efektif. Metode ini memperpanjang window period dan gejala klinis membaik,” kata Irawan.
Seperti diketahui, Judul desertasi Terawan adalah "Efek Intra Arterial Heparin Flushing (IAHF) terhadap Regional Cerebral Blood Flow (rCBF) Motor Evoked Potentials (MEPs) dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis".
Baca juga : Stroke, Terawan dan Cuci Otak, Bagaimana Masyarakat Harus Bersikap?
Irawan pun menambahkan bahwa metode penggunaan zat heparin memang mencegah pembekuan pembuluh darah. Namun, belum pernah dibuktikan bagaimana mekanisme heparin membuka sumbatan tersebut. Oleh karena itu, Irawan menyarankan Terawan untuk melakukan riset dan pembuktian secara ilmiah.
”Dalam metode Terawan, kenyataannya sumbatannya memang terbuka. Tapi, apakah disebabkan oleh heparin, ini harus dibuktikan. Jadi, ini yang mesti dicari dan dijelaskan. Intinya, kontroversi harus diselesaikan dengan riset,” kata Irawan.
Dilansir dari Kompas.id, Sabtu (7/4/2018), Irawan menghimbau Terawan untuk terus menjalin komunikasi dengan ahli dan IDI.
Selain itu, dia juga mengajak masyarakat untuk memberi Terawan kesempatan melakukan riset lebih mendalam terkait metode "cuci otak" dengan heparin tersebut.
Lalu, alangkah lebih baik lagi bila para ahli lainnya juga membuktikan bantahan secara ilmiah dan akademis terkait metode Terawan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.