Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2 Pasal yang Sebabkan Dokter Terawan Dipecat Sementara dari IDI

Kompas.com - 04/04/2018, 19:37 WIB
Shela Kusumaningtyas,
Shierine Wangsa Wibawa

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dikabarkan menjatuhkan sanksi atas pelanggaran etik berat yang dilakukan oleh Kepala Rumah Sakit Umum Pusat Angkatan Darat (RSPAD), Mayjen TNI dr Terawan Agus Putranto.

Hal ini dibenarkan oleh Ketua MKEK, dr Prijo Pratomo, Sp. Rad.

Namun, dia juga menegaskan bahwa MKEK tidak mempersalahkan teknik terapi pengobatan Digital Substraction Angogram (DSA) yang dijalankan Terawan untuk mengobati stroke, melainkan kode etik yang dilanggar.

“Kami tidak mempersoalkan DSA, tapi sumpah dokter dan kode etik yang dilanggar,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (4/4/2018).

Baca juga : Soal Etika yang Dilanggar Dokter Terawan, MKEK IDI Bungkam

Prijo menyebut ada pasal Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) yang dilanggar. Dari 21 pasal yang yang tercantum dalam Kodeki, Terawan telah mengabaikan dua pasal yakni pasal empat dan enam.  

Pada pasal empat tertulis bahwa “Seorang dokter wajib menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri”. Terawan tidak menaati itu, dan kata Prijo, Terawan mengiklankan diri. Padahal, ini adalah aktivitas yang bertolak belakang dengan pasal empat serta mencederai sumpah dokter.

Sementara itu, kesalahan lain dari Terawan adalah berperilaku yang bertentangan dengan pasal enam. Bunyinya: “Setiap dokter wajib senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan atau menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat”.

Terawan lulus gelar doktoral di Universitas Hasanudin pada tahun 2016 dengan disertasi berjudul "Efek Intra Arterial Heparin Flushing Terhadap Regional Cerebral Blood Flow, Motor Evoked Potentials, dan Fungsi Motorik pada Pasien dengan Stroke Iskemik Kronis" dengan promotor dekan FK Universitas Hasanuddin yakni Prof Irawan Yusuf, PhD.

Temuannya ini dikembangkan menjadi terapi cuci darah yang memicu perdebatan.

Baca juga : Terkait Kasus Pelanggaran Dokter Terawan, Ini Tanggapan Kemenkes

“Sebetulnya kami tidak mengusik disertasi yang diajukan Terawan, apalagi Prof Irawan sebagai promotor,” jelas Prijo.

Namun, temuan hasil penelitian akademik yang akan diterapkan pada pasien harus melalui serangkaian uji hingga layak sesuai standar profesi kedokteran. Bukan berarti yang sudah ilmiah secara akademik lantas ilmiah secara dunia medis.

“Ada serangkaian uji klinis lewat multisenter, pada hewan, in vitro, in vivo. Tahapan-tahapan seperti itu harus ditempuh,” imbuh Prijo.

Terapi pengobatan, kata Prijo, lagi-lagi mesti sejalan dengan sumpah dokter dan kode etik, termasuk dokter dilarang mempromosikan diri. Testimoni yang berasal dari para pejabat, selebriti papan atas, atau pasien bukanlah evidence base yang menguatkan penelitian akedemik untuk layak dalam dunia medis.

Pasalnya, bisa saja komentar yang dipajang hanya yang baik saja-baik saja, dan jika melewati serangkaian uji klinis, malah terbukti kekurangan dan kelebihan terapi. “Di dalam dunia kedokteran, serangkaian uji klinis itu akan mengarah pada kalkulasi baik dan buruk,” papar Prijo.

Pasal tersebut yang menjerat Terawan sehingga membuatnya diganjar pelanggaran etik berat. Sikap Terawan yang tidak kooperatif terhadap MKEK juga disebut menyebabkan kesalahannya semakin parah.

Baca juga : Mengenal Cuci Otak yang Bikin Dokter Terawan Diberhentikan MKEK IDI

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com