KOMPAS.com - Gempa dahsyat bermagnitudo 7,3 di perbatasan Irak-Iran yang merenggut ratusan nyawa ternyata dipicu oleh tumbukan lempeng Arab dengan lempeng Euorasia di jalur lipatan.
Gempa bersifat destruktif dengan kedalaman dangkal seperti ini juga sangat mungkin terjadi di Indonesia.
Seperti diberitakan KOMPAS.com sebelumnya, Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, mengingatkan negara-negara yang berada di wilayah gempa sesar aktif, termasuk Indonesia, untuk waspada.
"Saya ingatkan kembali bahwa jalur zona sesar aktif harus diwaspadai, terutama jalur sesar yang berdekatan dengan wilayah permukiman padat penduduk atau kota-kota besar," katanya, Senin (13/11/2017).
BACA: Gempa Iran dan Nepal Rupanya Mirip, Ini Penjelasannya...
Daryono menjelaskan, kepadatan penduduk sangat berpengaruh pada akibat dari gempa itu sendiri.
Seperti gempa di Yogyakarta 2006 dan gempa Padang 2009, jumlah korban yang berjatuhan cukup fantastik. Robohnya banyak bangunan menyebabkan ratusan orang meninggal dan terluka.
"Gempa itu tidak membunuh, tapi building did. Jika gempa terjadi di daerah sepi, dampak kerugian dan korban akan minimal," jelas Daryono kepada Kompas.com, Selasa (14/11/2017).
Meninjau sumber gempanya, Daryono kembali menyebutkan adanya kemiripan pola sumber gempa yang terjadi di perbatasan Irak-Iran dengan Nepal pada 2015 yang berkekuatan magnitudo 7,8. Keduanya sama-sama gempa dahsyat karena tumbukan lempeng di daratan.
Di Indonesia sendiri, zona sumber gempa jalur sesar naik (thrust and belt) seperti itu bisa ditemukan di Papua. Jalur tersebut, yakni Mamberamo thrust and belt dan Jayawijaya main thrust and belt.
Tektonik atau proses gerakan pada kerak bumi di Papua dipengaruhi oleh pergerakan lempeng Pasifik ke arah barat dan lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara. Tumbukan ini membentuk struktur yang kompleks, sehingga tak mengherankan bila Papua berpotensi gempa dengan kekuatan besar.
Sejarah gempa mencatat ada beberapa kali gempa dahsyat di Papua, misalnya 1900 (7.8), 1914 (7.9), 1916 (8.1), 1926 (M7.9), dan 1971 (8.1).
Daryono sendiri tidak dapat memprediksi bagaimana dampak bahayanya jika gempa kembali terjadi di Papua. Hal itu tergantung pada lokasi episenter gempa, katanya.
Baca juga: 5 Kali Gempa Guncang Bali, BMKG Imbau Warga Tidak Panik
"Jika di pegunungan tengah papua yang tidak padat, ya jumlah kerusakan dan korban akan minimal," ujarnya.
Menurut Daryono, ada pelajaran yang dapat diambil dari kejadian gempa di perbatasan Irak-Iran bagi Indonesia.
"Kami mengingatkan kembali, bahwa seluruh zona sesar aktif di wilayah Indonesia merupakan ancaman nyata bagi masyarakat yang bermukim di wilayah dekat jalur sesar. Sehingga seluruh jalur sesar aktif di wilayah Indonesia patut untuk selalu diwaspadai. Utamanya jalur sesar yang berdekatan dengan wilayah permukiman padat, dekat wilayah perkotaan," katanya.
Oleh sebab itu, Daryono berkata bahwa sosialisasi mitigasi gempa bumi dan kampanye pentingnya membangun bangunan tahan gempa harus terus digalakkan.
"Masyarakat perlu diedukasi tips menghadapi gempa, bagaimana menyelamatkan diri di dalam rumah atau di gedung bertingkat, dan lainnya. Juga langkah tepat apa yang harus dilakukan. Semua ini ada dalam materi pelatihan mitigasi gempa," tutupnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.