Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Manusia Lebih Berempati Pada Hewan Daripada Sesama, Ini Penjelasannya

Kompas.com - 14/11/2017, 18:00 WIB
Gloria Setyvani Putri,
Michael Hangga Wismabrata

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com- Manusia memang terlahir sebagai makhluk sosial yang tak bisa hidup sendirian. Hal ini menghadirkan rasa simpati dan empati saat melihat orang lain atau makhluk lain (hewan dan tumbuhan) sedang sakit atau menderita.

Anda mungkin berpikir bahwa manusia memiliki rasa empati lebih besar kepada manusia lain yang sakit atau menderita daripada terhadap seekor hewan.

Namun, berdasar penelitian terbaru, rasa kasihan manusia terhadap hewan ternyata lebih besar daripada kepada sesamanya, manusia. Benarkah demikian?

Dikutip di Psychology Today, Kamis (9/11/2017), penelitian tersebut menyampaikan bahwa saat ada sebuah situasi di mana seseorang harus menyelamatkan hewan atau manusia lain yang akan terkena musibah, lebih dari sepertiga orang yang disurvei menjawab lebih menyelamatkan hewan peliharaan dan membiarkan manusia.

Baca juga: Sadarkah Anda, Anjing Buta Warna Merah dan Hijau?

Jack Levin, psikolog sekaligus kriminolog di Universitas Boston, menjawab fenomena tersebut. Dalam penelitiannya yang dimuat di Journal Society & Animals, Levin menguji tingkat rasa empati terhadap kurang lebih 256 mahasiswa.

Para mahasiswa diminta untuk membaca empat artikel yang sudah dibuat sedemikian rupa oleh tim Levin.

Artikel tersebut menggambarkan kejadian kekerasan yang dilakukan orang tak dikenal. Lalu sesaat kemudian polisi datang ke lokasi kejadian dan mendatangi korban dengan kondisi luka patah satu kaki, sejumlah luka sobek dan  pingsan.

Dalam uji coba tersebut, Levin memang mengaburkan deskripsi korban. Deskripsi dibuat agar bisa disimpulkan baik sebagai manusia dewasa atau anak-anak, dan juga bisa diandaikan sebagai hewan anjing dewasa atau anak anjing.

Setelah diminta membaca artikel tersebut, responden diminta menjawab serangkaian pertanyaan yang mengukur empati mereka terhadap korban dan tindakan mana yang menimbulkan respons emosional.

Hasilnya menunjukkan bahwa kejadian yang paling membuat emosi terganggu adalah saat mengetahui korbannya bayi, anak anjing, dan anjing dewasa. Ada yang berempati pada orang dewasa, tapi jumlahnya sangat sedikit. Sementara itu, responden perempuan lebih berempati pada semua korban tanpa pandang bulu

Peneliti juga mencatat dalam uji coba tersebut bahwa perempuan lebih mudah berempati kepada semua korban, tanpa melihat manusia atau hewan.

Baca juga: Memahami Empati dan Mengapa Manusia Membutuhkannya

"Hasil ini menunjukkan situasi yang jauh lebih kompleks sehubungan dengan usia dan jenis korban (manusia atau hewan). Dalam hal ini usia menjadi komponen yang paling penting," ujar Levin seperti dikutip dari Psychology Today, Jumat (10/11/2017).

"Fakta bahwa korban kejahatannya adalah orang dewasa, kurang mendapat empati daripada jika korbannya adalah anak kecil, anak anjing, dan anjing dewasa. Anjing dewasa juga dianggap bergantung dan rentan, tidak berbeda dengan anak anjing," sambung Levin.

Jawaban ini memperlihatkan bahwa dalam merespon hewan peliharaan, manusia mempedulikan hewan sama seperti saat mempedulikan anak manusia. Hal ini menjadi masuk akal mengingat penelitian sebelumnya tentang seorang ibu yang menjalani pemindaian MRI otak sambil melihat foto anak kandung mereka, anak orang lain, anjing peliharaan mereka, atau anjing orang lain.

Dalam penelitian tersebut, ditemukan bahwa otak para ibu cenderung merespon dengan cara yang sama saat melihat anak-anak dan hewan.

"Kami terkejut dengan interaksi antara usia dan spesies. Usia tampaknya mengalahkan spesies ketika harus memunculkan empati. Selain itu, tampaknya manusia dewasa dipandang mampu melindungi diri mereka sendiri sementara anjing dewasa hanya dilihat sebagai anak anjing yang lebih besar," kata Levin.

Dengan kata lain, kita cenderung merasa empati terhadap korban jika kita menganggapnya tidak berdaya dan tidak dapat merawat diri mereka sendiri, sama seperti bayi atau balita. Begitu pula cara kita memandang anjing, yaitu pada akhirnya membutuhkan bantuan.

Baca juga: Kekurangan Hormon Cinta Bikin Hati Kurang Empati

Kesimpulannya peserta tes tidak memandang anjing mereka sebagai binatang, melainkan sebagai 'bayi yang tak berdaya' atau bagian dari keluarga setelah anak-anak.

"Kesimpulannya, responden tidak memandang anjing sebagai binatang. Melainkan bayi berbulu atau bagian dari anggota keluarga," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau