Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Joging Boleh, Lari Jangan, Apa Sebenarnya Maksud Para Dokter?

Kompas.com - 13/11/2017, 18:42 WIB
Lutfy Mairizal Putra,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

“Setiap orang punya hak melakukan apa pun juga. Tapi kalau hal lain yang dilakukan di luar dari tujuan awal, risikonya dia akan mengalami berbagai macam gangguan terhadap pilihannya tadi,” kata Michael saat dihubungi Kompas.com, Minggu (12/11/2017) malam.

Michael bercerita, dia mendapati pasien yang melewati tujuan awalnya.

Seorang pasien didiagnosis terkena diabetes dan diharuskan minum obat hingga mendapat suntikan. Tawar-menawar pun terjadi. Tak ingin melakukan hal itu, pasien tersebut dianjurkan berolahraga dan menjaga asupan makan.

Baca Juga: Zumba Membakar Kalori Lebih Banyak dari Lari

Hasilnya pun positif. Kadar gula terkontrol dan kesehatannya membaik. Sang pasien terinspirasi mengolahragakan stafnya. Saat ulang tahunnya, ia tak lagi mentraktir makan, malah mengadakan lomba lari dengan hadiah sepatu lari berkualitas.

Setelah itu, mendapati kesehatannya membaik, pasien itu mulai terpancing. Sudah terbiasa mengikuti lari lomba 5 kilometer, naik ke 10 kilometer, hingga ke maraton. Lantas, apakah ia bertambah sehat?

“Tidak, dia malah balik lagi ke saya. ‘Dok kok sekarang saya banyak keluhan ya. Sekarang lutut saya sakit, tidak merasa sesegar dulu.’ Lalu saya jawab, karena bapak memindahkan tujuan bapak. Yang sebelumnya hanya untuk sehat, karena meningkat, bapak terpancing untuk prestasi. Nah itu yang salah,” kata Michael.

Michael menggunakan sport therapy dalam memantau kesehatan para atletnya. Program ini menjadikan olahrga tak asal berkeringat, melainkan ada ukuran tertentu yang disesuaikan dengan usia, keadaan kesehatan, komposisi lemak, otot, tingkat metabolisme, cairan tubuh, dan kemampuan berolahrga tiap individu.

Olahraga tujuan prestasi tidak hanya berkaitan dengan meraih medali. Bentuk tubuh ideal adalah salah satu prestasi. Karenanya, lari tiap pagi di treadmill juga dikategorikan sebagai olahraga tujuan prestasi sehingga persiapannya dan antisipasi risikonya perlu khusus. Nutrisi dan istirahat harus cukup, disertai dengan pemulihan seperti peregangan otot.

Mengetahui Intensitas

Dosen Universitas Negeri Surabaya, Donny Ardy Kusuma, SPd, MKes, mengungkapkan perlunya mengukur intensitas.

"Intensitas dalam olahraga lari dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, berapa lama berlarinya dan seberapa jauh. Kedua, seberapa cepat dalam berlari," kata Donny ketika dihubungi, Senin (13/11/2017).

"Batasannya dapat dilihat sesuai dengan definisi dari intensitasnya, misalnya mau menggunakan jarak berlari sebagai pembagian intensitasnya atau bisa juga dengan heart rate (detak jantung)," sambung dosen muda ini.

Untuk mengetahui intensitas, masyarakat bisa melihat denyut jantung saat berolahraga, yakni 60-80 persen dari denyut jantung maksimal. Membawa alat untuk mengukur denyut jantung penting.

Hal ini bisa diterapkan pada semua jenis olahraga untuk mendapatkan kesehatan. Sebab, melewati itu bisa menghilangkan manfaat dari berolahraga.

Baca Juga: Tidak Olahraga, Risiko Anda Kena Gagal Ginjal Bakal Meningkat

Cara menghitungnya, 220 dikurangi dengan usia dalam tahun menjadi denyut jantung maksimal.

Ambil contoh seseorang dengan usia 20 tahun. Denyut jantung maksimalnya adalah 200 per menit. Maka, saat berolahraga, ia disarankan tak melewati 120-160 denyutan per menit (60-80 persen denyut jantung maksimal).

“Kalau kurang dari itu tidak cukup buat kesehatan menjadi lebih baik. Kalau lebih, dia mungkin saja bisa membahayakan kesehatan dirinya. Kalau patokannya harus bekeringat, misalnya dua kali ganti baju, mesti puas, senang, bisa lewat dari batasan denyut jantung tadi. Ukuran denyut jantung dipergunakan sebab kalau berlebihan bisa berbahaya,” kata Michael.

Donny mengungkapkan, intensitas menurut denyut jantung dibagi dalam beberapa level.

Intensitas sangat ringan adalah 50-60 persen dari denyut jantung. Intensitas ringan 60-70 persen denyut jantung. Intensitas sedang 70-80 persen denyut jantung. Intensitas tinggi 80-90 persen denyut jantung. Intensitas maksimal 90-100 persen denyut jantung.

Ketahui Efek Radikal Bebas

Salah satu risiko berolahraga dengan intensitas tinggi adalah radikal bebas.

Samuel menjelaskan bahwa saat tubuh bergerak dengan intensitas tinggi akan terjadi pelepasan radikal bebas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com