Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Remaja Melayu di Balik Ekspedisi Alfred Wallace di Asia Tenggara

Kompas.com - 17/10/2017, 12:02 WIB

Dari mana Ali berasal?

Etnografi orang-orang Sarawak sangat kompleks. Tidak diketahui secara pasti dari kelompok mana Ali berasal. Kami tidak dapat yakin bahwa sebutan “Melayu” kepada Ali dapat disamakan kata tersebut dengan penggunaannya saat ini.

Untuk menyebut “Melayu” seperti dinyatakan Wallace, Ali mungkin berasal dari grup Muslim yang hidup di berbagai desa kecil yang berumah panggung di sepanjang sungai Sarawak. Dia mungkin juga berasal dari desa Santubong, tempat Wallace tinggal pada Februari 1855.

Kala itu, Ali mungkin berusia 15 tahun, berkulit gelap, perawakannya pendek dengan rambut hitam dan mata cokelat. Dia berbicara dialek lokal Melayu dan mungkin tidak dapat membaca atau menulis. Wallace tidak pernah menyebut Ali berbicara bahasa Inggris.

Baca Juga: Setelah "Hiu Berjalan", Kini Halmahera Punya Tikus Berduri

Ketika Jumaat, asisten Wallace dari Ternate, meninggal karena disentri di Dorey (Manokwari Irian Jaya) pada Juni 1858, Wallace menyatakan bahwa semua laki-laki yang bersamanya adalah Muslim, termasuk Ali.

Kehidupan pribadi lainnya hanya diketahui tentang pernikahan. Saat di Ternate pada awal 1859, Ali menikah dengan perempuan Ternate, tapi istrinya tinggal bersama keluarganya. Karena itu, Ali bisa membantu Wallace sampai balik lagi ke Singapura. Setelah berpisah dari Wallace, ia dilaporkan kembali ke Ternate.

Koleksi dan upah Ali

Dari koleksi berjumlah 125.600 spesimen sejarah alam, berapa jumlah koleksi yang dikumpulkan oleh Ali dan tim asisten Wallace? Baru-baru ini dihitung bahwa Charles Allen dan tim asistennya mengumpulkan sekitar 40.000 spesimen.

Ali menjadi asisten Wallace jauh lebih lama dibanding Allen dan asisten lainnya. Setidaknya dia bekerja untuk Wallace selama empat tahun.

Dia bukan jenis pemburu tunggal, tapi bekerja bersama dengan asisten lainnya. Karena itu, mungkin hasil koleksi Ali mencapai puluhan ribu spesimen. Dari jumlah itu, mayoritas adalah burung, yang jumlahnya lebih kecil yakni 8.050.

Sebagai perbandingan, Allen dan timnya mengoleksi 1.985 burung pada 1860-1862. Jika Allen mengoleksi burung pada waktu yang sama sejak fase pertama bekerja untuk Wallace, antara April 1854-Januari 1856, kami berspekulasi bahwa Allen mengumpulkan 2.900 burung dari total 8.050.

Dengan demikian, Ali mungkin mengumpulkan sebagian besar dari sisa 5.150 burung. Ratusan atau ribuan burung yang sudah dikuliti dan kini disimpan di museum di Inggris dan Eropa disiapkan oleh Ali.

Lalu berapa upah Ali selama bekerja untuk Wallace? Jelas bahwa Ali bekerja bukan hanya karena uang. Dia ambisius untuk mendapatkan burung baru dan mungkin bangga dengan keterampilan dan kelihaiannya sebagai pemburu burung. Dia benar-benar mengikuti semangat ekspedisi Wallace.

Data tentang upah Ali tidak tersedia dalam catatan Wallace yang masih bertahan. Upah beberapa pembantu lainnya justru terekam. Misalnya, pelayan Kristen dari Ambon, Theodorus Matakena, menerima 80 florin (sebutan lain dari gulden) untuk 8 bulan atau 10 florin per bulan. Dua penembak lainnya menerima 9 florin per bulan.

Dalam pelayaran ke Halmahera dan Pulau Morotai, selama dua bulan pada 1858, kami berasumsi bahwa Ali tampaknya diupah 10 florin per bulan. Dengan asumsi tersebut, upah Ali sebagai kolektor selama bekerja untuk Wallace mungkin sekitar 450 florin atau 45 poundsterling. Ini tidak termasuk oleh-oleh dan pembayaran dari Wallace saat di Singapura.

Baca Juga: Misteri Hewan yang Bikin Charles Darwin Bingung Kini Terpecahkan

Meski perkiraan ini mungkin, tetapi perlu saya tekankan bahwa kurangnya bukti membuat perkiraan ini bersifat tafsir.

Pada akhirnya, bukan uang yang lebih bernilai. Ali memberikan kontribusi besar kepada pemahaman saintifik Wallace di “Malay archipelago”, bukan hanya dengan temuan yang baru terkait dengan burung seperti Burung Bidadari (Semioptera wallacii atau dikenal Wallace Standard Wing), tapi dengan kontribusi pengetahuan yang lebih luas.

Ali tetap seperti figur bayangan, tapi tak ada keraguan penelitian selanjutnya akan memberikan informasi yang lebih terang. Wallace mungkin tidak mencapai apa yang telah dia lakukan tanpa teman setianya: Ali Wallace.

Artikel ini disadur dari “I am Ali Wallace”: The Malay Assistant of Alfred Russel Wallace" karya John van Wyhe dan Gerrell M. Drawhorn dalam Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society.

*Ahli sejarah sains di National University of Singapore

Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh The Conversation Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com