Oleh John van Wyhe*
KOMPAS.com - Hasil ekspedisi ilmiah naturalis Inggris Alfred Russel Wallace di kawasan Asia Tenggara pada abad ke-19 tidak bisa dilepaskan dari bantuan penduduk lokal.
Salah satu seorang asisten kepercayaan Wallace adalah Ali, laki-laki Melayu berusia sekitar 15 tahun dari Sarawak Borneo, kini masuk wilayah Malaysia.
Wallace menggambarkan Ali sebagai remaja Melayu yang penuh perhatian, bersih, dan dapat memasak sangat lezat.
Berkelana di hutan-hutan, sungai, dan pegunungan, berjalan kaki dan naik perahu, Wallace dibantu oleh lebih dari 100 asisten: pemandu, koki, kru perahu, pemanggul barang, penembak dan tukang menguliti burung, pemotong kayu, dan peran lainnya.
Tentu saja nama Wallace dengan karyanya The Malay Archipelago jauh lebih populer dibanding para pembantunya, yang sebenarnya juga punya peran signifikan.
Ekspedisi Wallace selama delapan tahun di kepulauan Melayu adalah salah satu cerita klasik dari sejarah sains.
Dalam kurun waktu 1854-1862, Wallace dan tim asistennya mendapatkan 125.660 spesimen sejarah alam yang terdiri dari serangga, burung, reptil, mamalia, dan kerang.
Koleksi ini diambil dari Singapura, Sarawak di Borneo, Bali, Lombok, Makassar di Sulawesi, Kepulauan Maluku, Papua, Jawa, dan Sumatra.
Temuan itu yang mengukuhkan Wallace sebagai ilmuwan dunia yang menciptakan teori seleksi alam dan garis imajiner, Garis Wallace.
Ini garis yang memetakan jenis fauna berdasarkan ciri-cirinya di kepulauan nusantara: di bagian barat sebagian besar fauna berasal dari Asia, sedangkan di bagian timur berasal dari campuran Asia dan Australia.
Sebagai sebuah kerja ekspedisi besar, bukti-bukti menunjukkan dengan baik bahwa lebih dari 100 laki-laki bekerja untuk Wallace sepanjang pengembaraannya di kawasan tropis di era itu. Dan lebih dari 30 laki-laki dibayar sebagai asisten kolektor.
Ali, yang belakangan mungkin populer dengan sebutan Ali Wallace, awalnya direkrut sebagai juru masak, lalu juru perahu, dan dalam perjalanan berbulan-bulan kemudian naik kelas menjadi kepala asisten Wallace.
Wallace menyebut Ali sebagai asisten cerdas, menyenangkan, dapat dipercaya, dan laki-laki muda yang kompeten. Belakangan kisahnya dibuat film berjudul Searching for Ali Wallace.
Dia menemani Wallace melewati hampir semua perjalanan, terkadang sendirian, tapi lebih sering dengan beberapa asisten yang lain.
Baca Juga: Faktanya, Semua Orang Indonesia "Imigran", Tidak Ada yang Pribumi
Menurut Wallace dalam otobiografinya, Ali kemudian sangat berguna dalam mengajari tugas-tugas asisten yang lain. Dia segera mengetahui dengan baik keinginan dan kebiasaan Wallace.
Wallace biasanya berkonsentrasi mengumpulkan serangga, Ali mengumpulkan burung. Dia telah membuat penemuan baru signifikan bagi Wallace.
Hasil Wallace selama ekspedisi dan karya tulis ilmiahnya yang dihasilkannya mungkin akan sangat miskin bila tanpa bantuan Ali.
Dalam otobiografinya beberapa tahun kemudian, Wallace mendeskripsikan tentang Ali:
“Ketika saya tiba di Sarawak pada 1855, saya mengajak seorang remaja Melayu bernama Ali sebagai pelayan pribadi. Dia juga membantuku mempelajari bahasa Melayu dengan berkomunikasi terus menerus. Dia segera belajar menembak burung, menguliti burung dengan baik, dan kemudian menyiapkan kulit-kulit itu sangat rapi. Tentu saja dia pengayuh perahu yang baik, seperti halnya kebanyakan orang Melayu, dan dalam semua kesulitan atau bahaya dalam perjalanan kami, dia sama sekali tidak mengganggu dan siap untuk melakukan apa pun saat dibutuhkan tenaganya.”
Bandingkan dengan kesan Wallace terhadap asisten berusia belasan tahun yang dibawanya dari London, Charles Martin Allen. Wallace meninggalkan Inggris untuk pergi Kepulauan Melayu pada Maret 1854 dan keduanya sampai di Singapura pada 18 April 1854.
Pada tahap awal, Allen membantu Wallace mengumpulkan burung dan seranggga di Singapura, Pulau Ubin, dan kemudian di Malaka dan Sarawak.
Wallace dan Allen kembali dengan rute terpisah menuju Kuching, ibu kota Sarawak, pada awal Desember 1855. Seperti dijelaskan dalam surat Wallace, dia gusar atau jengkel terhadap kecerobohan, ketidakrapian, dan gagal berkembangnya Allen.
Bayang-bayang gelap
Penelitian kami mengkombinasikan bukti-bukti yang ada (buku, catatan, jurnal, surat, dan sumber lainnya) untuk membawa Ali dan perannya dalam ekspedisi keluar dari bayang-bayang gelap.
Kunjungan kami ke Ternate pada 2013 di makam-makam tua Muslim, yang dikubur pada awal abad ke-20, tidak menemukan apa-apa karena kuburan tersebut sudah lenyap.
Riset kami berhasil menambah informasi tentang gaji Ali dan rencana perjalanan yang direkonstruksi untuk pertama kalinya.
Baca Juga: Wallacea: Laboratorium Hidup Evolusi
Wallace secara terang-terangan menyatakan dia lebih percaya kepada Ali dibanding asistennya yang lain. Tapi Ali tetap sebuah bayangan dan karakternya kurang dikenal dalam cerita Wallace.
Beberapa koreksi terhadap cerita tradisional ditekankan, termasuk fakta bahwa Ali tidak sejak awal menjadi asisten pengumpulan spesimen.
Ali tidak berkelana dengan Wallace untuk semua pelayarannya, tapi meninggalkannya untuk setahun dan di beberapa tempat Ali tidak ikut. Dan Ali mungkin mengumpulkan mayoritas spesimen burung yang didapat Wallace.
Rute ekspedisi dari barat ke timur
Ali menemani Wallace sejak Desember 1855 di Sarawak, Borneo, hingga Februari 1862 ketika Wallace kembali ke Inggris dari Singapura.
Sejak April 1854 hingga Desember 1855, Wallace ditemani Allen masuk ke Sarawak, termasuk ke daerah pertambangan Si Munjon pada Maret 1855 saat keduanya bertemu orang utan.
Pada 10 Februari 1856, Wallace pergi dari Sarawak dan tak kembali lagi. Sedangkan Allen tetap di sana dan mencoba menjadi guru bagi misi Kristen.
Keputusan Allen meninggalkan tim, seperti ditulis oleh Wallace kepada saudara perempuannya, membuat Wallace harus mencoba dan mengajari remaja Cina untuk mengumpulkan dan mengawetkan serangga.
Wallace membawa Ali ke Singapura; mereka tiba di sana pada 17 Februari 1856 dan tinggal selama 96 hari.
Di sini, Ali sempat melihat harimau hidup, mungkin ditangkap di Bukit Timah pada 10 Mei, yang dipertontonkan di ruang publik.
Dari sana pengembaraan dimulai ke arah timur menuju Lombok dengan singgah di Bali selama dua hari. Selain Ali, Wallace juga membawa Manual Fernandez, orang Portugis dari Malaka, yang biasa menguliti burung. Mereka tiba di Lombok pada Juni 1856.
Perjalanan diteruskan ke Makassar dan Kepulauan Aru. Di Makassar, Ali sempat sakit dan demam dan Wallace mengobatinya. Saat itu, Ali sudah mulai terampil menguliti burung namun demam yang menyerangnya membuat proses pengumpulan spesimen berjalan lambat.
Di Kepulauan Aru, Ali mendapat kawan dari Makassar, Baderoon. Wallace menggambarkan Baderoon ini sebagai remaja lumayan andal berusia sekitar 16 tahun, tapi pemain judi yang putus asa.
Baca Juga: Jengah Tenar, Wallace Biarkan Darwin Publikasikan Evolusi
Kemudian Wallace memarahi Baderoon karena kemalasannya. Upah dari Wallace habis di meja judi, dan belakangan Baderoon menjadi budak karena terjerat utang judi. Baderoon lalu meninggalkan pekerjaannya.
Dalam situasi seperti ini, Wallace melihat Ali benar-benar sebagai orang baik dan dapat dipercaya untuk mencari burung dan mengulitinya.
Dari Kepulauan Aru, mereka sempat balik ke Maros, utara Makassar, dan pada November 1857 menuju Maluku dengan naik kapal uap Belanda. Perjalanan diteruskan ke Ternate pada awal Januari 1858.
Di kota ini, Wallace menulis esai tentang evolusi oleh seleksi alam dan mengirimkannya ke Charles Darwin. Esai ini yang mendorong Darwin untuk menuliskan teori evolusinya yang kemudian ditulis dalam buku "On the Origin of Species".
Pengembaraan mereka dilanjutkan ke Manokwari (April 1858), Ternate (Agustus 1858), Gilolo (Jailolo), Tidore, Kaioa (Kayoa), dan Batchian (Bacan) (Oktober 1858), Pulau Buru (Mei-Juli 1861), dan terakhir ke Ternate (Juli 1861) lagi. Pada periode ini ada masa di mana Ali tidak bersama Wallace.
Ini pengembaraan terakhir sebelum mereka menuju Manado, Makassar, dan Pulau Jawa dengan naik kapal uap. Mereka tiba di Surabaya pertengahan Juli 1861 dan sampai Jakarta pertengahan September tahun itu. Dua bulan kemudian, Wallace dan Ali tiba di Bangka, Sumatra. Dilanjutkan naik perahu ke Palembang dan tiba di Singapura pada Januari 1862.
Menjelang perpisahan, Wallace memberi uang, dua senapan laras panjang dan amunisinya, juga banyak alat lainnya yang dipakai berburu kepada Ali.
Untuk pertama kalinya, Ali memakai pakaian Eropa dengan jas dan dasi leher untuk diambil fotonya. Foto setengah badan itu masih tersimpan di Museum Sejarah Sains London.
Dari mana Ali berasal?
Etnografi orang-orang Sarawak sangat kompleks. Tidak diketahui secara pasti dari kelompok mana Ali berasal. Kami tidak dapat yakin bahwa sebutan “Melayu” kepada Ali dapat disamakan kata tersebut dengan penggunaannya saat ini.
Untuk menyebut “Melayu” seperti dinyatakan Wallace, Ali mungkin berasal dari grup Muslim yang hidup di berbagai desa kecil yang berumah panggung di sepanjang sungai Sarawak. Dia mungkin juga berasal dari desa Santubong, tempat Wallace tinggal pada Februari 1855.
Kala itu, Ali mungkin berusia 15 tahun, berkulit gelap, perawakannya pendek dengan rambut hitam dan mata cokelat. Dia berbicara dialek lokal Melayu dan mungkin tidak dapat membaca atau menulis. Wallace tidak pernah menyebut Ali berbicara bahasa Inggris.
Baca Juga: Setelah "Hiu Berjalan", Kini Halmahera Punya Tikus Berduri
Ketika Jumaat, asisten Wallace dari Ternate, meninggal karena disentri di Dorey (Manokwari Irian Jaya) pada Juni 1858, Wallace menyatakan bahwa semua laki-laki yang bersamanya adalah Muslim, termasuk Ali.
Kehidupan pribadi lainnya hanya diketahui tentang pernikahan. Saat di Ternate pada awal 1859, Ali menikah dengan perempuan Ternate, tapi istrinya tinggal bersama keluarganya. Karena itu, Ali bisa membantu Wallace sampai balik lagi ke Singapura. Setelah berpisah dari Wallace, ia dilaporkan kembali ke Ternate.
Koleksi dan upah Ali
Dari koleksi berjumlah 125.600 spesimen sejarah alam, berapa jumlah koleksi yang dikumpulkan oleh Ali dan tim asisten Wallace? Baru-baru ini dihitung bahwa Charles Allen dan tim asistennya mengumpulkan sekitar 40.000 spesimen.
Ali menjadi asisten Wallace jauh lebih lama dibanding Allen dan asisten lainnya. Setidaknya dia bekerja untuk Wallace selama empat tahun.
Dia bukan jenis pemburu tunggal, tapi bekerja bersama dengan asisten lainnya. Karena itu, mungkin hasil koleksi Ali mencapai puluhan ribu spesimen. Dari jumlah itu, mayoritas adalah burung, yang jumlahnya lebih kecil yakni 8.050.
Sebagai perbandingan, Allen dan timnya mengoleksi 1.985 burung pada 1860-1862. Jika Allen mengoleksi burung pada waktu yang sama sejak fase pertama bekerja untuk Wallace, antara April 1854-Januari 1856, kami berspekulasi bahwa Allen mengumpulkan 2.900 burung dari total 8.050.
Dengan demikian, Ali mungkin mengumpulkan sebagian besar dari sisa 5.150 burung. Ratusan atau ribuan burung yang sudah dikuliti dan kini disimpan di museum di Inggris dan Eropa disiapkan oleh Ali.
Lalu berapa upah Ali selama bekerja untuk Wallace? Jelas bahwa Ali bekerja bukan hanya karena uang. Dia ambisius untuk mendapatkan burung baru dan mungkin bangga dengan keterampilan dan kelihaiannya sebagai pemburu burung. Dia benar-benar mengikuti semangat ekspedisi Wallace.
Data tentang upah Ali tidak tersedia dalam catatan Wallace yang masih bertahan. Upah beberapa pembantu lainnya justru terekam. Misalnya, pelayan Kristen dari Ambon, Theodorus Matakena, menerima 80 florin (sebutan lain dari gulden) untuk 8 bulan atau 10 florin per bulan. Dua penembak lainnya menerima 9 florin per bulan.
Dalam pelayaran ke Halmahera dan Pulau Morotai, selama dua bulan pada 1858, kami berasumsi bahwa Ali tampaknya diupah 10 florin per bulan. Dengan asumsi tersebut, upah Ali sebagai kolektor selama bekerja untuk Wallace mungkin sekitar 450 florin atau 45 poundsterling. Ini tidak termasuk oleh-oleh dan pembayaran dari Wallace saat di Singapura.
Baca Juga: Misteri Hewan yang Bikin Charles Darwin Bingung Kini Terpecahkan
Meski perkiraan ini mungkin, tetapi perlu saya tekankan bahwa kurangnya bukti membuat perkiraan ini bersifat tafsir.
Pada akhirnya, bukan uang yang lebih bernilai. Ali memberikan kontribusi besar kepada pemahaman saintifik Wallace di “Malay archipelago”, bukan hanya dengan temuan yang baru terkait dengan burung seperti Burung Bidadari (Semioptera wallacii atau dikenal Wallace Standard Wing), tapi dengan kontribusi pengetahuan yang lebih luas.
Ali tetap seperti figur bayangan, tapi tak ada keraguan penelitian selanjutnya akan memberikan informasi yang lebih terang. Wallace mungkin tidak mencapai apa yang telah dia lakukan tanpa teman setianya: Ali Wallace.
Artikel ini disadur dari “I am Ali Wallace”: The Malay Assistant of Alfred Russel Wallace" karya John van Wyhe dan Gerrell M. Drawhorn dalam Journal of the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society.
*Ahli sejarah sains di National University of Singapore
Artikel ini pertama kali dipublikasikan oleh The Conversation Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.