Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Remaja Melayu di Balik Ekspedisi Alfred Wallace di Asia Tenggara

Kompas.com - 17/10/2017, 12:02 WIB

Oleh John van Wyhe*

KOMPAS.com - Hasil ekspedisi ilmiah naturalis Inggris Alfred Russel Wallace di kawasan Asia Tenggara pada abad ke-19 tidak bisa dilepaskan dari bantuan penduduk lokal.

Salah satu seorang asisten kepercayaan Wallace adalah Ali, laki-laki Melayu berusia sekitar 15 tahun dari Sarawak Borneo, kini masuk wilayah Malaysia.

Wallace menggambarkan Ali sebagai remaja Melayu yang penuh perhatian, bersih, dan dapat memasak sangat lezat.

Berkelana di hutan-hutan, sungai, dan pegunungan, berjalan kaki dan naik perahu, Wallace dibantu oleh lebih dari 100 asisten: pemandu, koki, kru perahu, pemanggul barang, penembak dan tukang menguliti burung, pemotong kayu, dan peran lainnya.

Tentu saja nama Wallace dengan karyanya The Malay Archipelago jauh lebih populer dibanding para pembantunya, yang sebenarnya juga punya peran signifikan.

Ekspedisi Wallace selama delapan tahun di kepulauan Melayu adalah salah satu cerita klasik dari sejarah sains.

Dalam kurun waktu 1854-1862, Wallace dan tim asistennya mendapatkan 125.660 spesimen sejarah alam yang terdiri dari serangga, burung, reptil, mamalia, dan kerang.

Koleksi ini diambil dari Singapura, Sarawak di Borneo, Bali, Lombok, Makassar di Sulawesi, Kepulauan Maluku, Papua, Jawa, dan Sumatra.

Temuan itu yang mengukuhkan Wallace sebagai ilmuwan dunia yang menciptakan teori seleksi alam dan garis imajiner, Garis Wallace.

Ini garis yang memetakan jenis fauna berdasarkan ciri-cirinya di kepulauan nusantara: di bagian barat sebagian besar fauna berasal dari Asia, sedangkan di bagian timur berasal dari campuran Asia dan Australia.

Sebagai sebuah kerja ekspedisi besar, bukti-bukti menunjukkan dengan baik bahwa lebih dari 100 laki-laki bekerja untuk Wallace sepanjang pengembaraannya di kawasan tropis di era itu. Dan lebih dari 30 laki-laki dibayar sebagai asisten kolektor.

Ali, yang belakangan mungkin populer dengan sebutan Ali Wallace, awalnya direkrut sebagai juru masak, lalu juru perahu, dan dalam perjalanan berbulan-bulan kemudian naik kelas menjadi kepala asisten Wallace.

Wallace menyebut Ali sebagai asisten cerdas, menyenangkan, dapat dipercaya, dan laki-laki muda yang kompeten. Belakangan kisahnya dibuat film berjudul Searching for Ali Wallace.

Dia menemani Wallace melewati hampir semua perjalanan, terkadang sendirian, tapi lebih sering dengan beberapa asisten yang lain.

Baca Juga: Faktanya, Semua Orang Indonesia "Imigran", Tidak Ada yang Pribumi

Menurut Wallace dalam otobiografinya, Ali kemudian sangat berguna dalam mengajari tugas-tugas asisten yang lain. Dia segera mengetahui dengan baik keinginan dan kebiasaan Wallace.

Wallace biasanya berkonsentrasi mengumpulkan serangga, Ali mengumpulkan burung. Dia telah membuat penemuan baru signifikan bagi Wallace.

Hasil Wallace selama ekspedisi dan karya tulis ilmiahnya yang dihasilkannya mungkin akan sangat miskin bila tanpa bantuan Ali.

Dalam otobiografinya beberapa tahun kemudian, Wallace mendeskripsikan tentang Ali:

“Ketika saya tiba di Sarawak pada 1855, saya mengajak seorang remaja Melayu bernama Ali sebagai pelayan pribadi. Dia juga membantuku mempelajari bahasa Melayu dengan berkomunikasi terus menerus. Dia segera belajar menembak burung, menguliti burung dengan baik, dan kemudian menyiapkan kulit-kulit itu sangat rapi. Tentu saja dia pengayuh perahu yang baik, seperti halnya kebanyakan orang Melayu, dan dalam semua kesulitan atau bahaya dalam perjalanan kami, dia sama sekali tidak mengganggu dan siap untuk melakukan apa pun saat dibutuhkan tenaganya.”

Bandingkan dengan kesan Wallace terhadap asisten berusia belasan tahun yang dibawanya dari London, Charles Martin Allen. Wallace meninggalkan Inggris untuk pergi Kepulauan Melayu pada Maret 1854 dan keduanya sampai di Singapura pada 18 April 1854.

Pada tahap awal, Allen membantu Wallace mengumpulkan burung dan seranggga di Singapura, Pulau Ubin, dan kemudian di Malaka dan Sarawak.

Wallace dan Allen kembali dengan rute terpisah menuju Kuching, ibu kota Sarawak, pada awal Desember 1855. Seperti dijelaskan dalam surat Wallace, dia gusar atau jengkel terhadap kecerobohan, ketidakrapian, dan gagal berkembangnya Allen.

Bayang-bayang gelap

Halaman:


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau