Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menebar Benih, Melawan "Kompeni Hutan"

Kompas.com - 04/10/2013, 11:50 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

Dayak Benuaq punya kebiasaan membagi wilayah hutan berdasarkan aliran sungai. Namun, bupati sempat menetapkan batas lahan antara Muara Tae dan Muara Ponaq tanpa memedulikan tradisi warga setempat dalam membagi hutan. Akibatnya, ada wilayah Muara tae yang dinyatakan sebagai wilayah Muara Ponaq hingga memicu konflik.

Kasus terakhir pula yang menyebabkan Masrani harus kehilangan jabatan sebagai Kepala Desa. Padahal, dialah yang dipercaya masyarakat.

"April lalu saya diberhentikan sebagai kepala desa oleh bupati. Sekarang, kepala desanya bukan orang Muara Tae," paparnya.

Puluhan tahun beragam perusahaan berdatangan, hutan Muara Tae habis.

Masrani mengungkapkan, "Kita sudah dijajah tiga kali, oleh HPH, HTI, dan sawit dan tambang."

Dulu, luas hutan Muara Tae mencapai 11.000 hektar. Kini, luas hutan yang ada tinggal 1.000 hektar. Itu pun tak semuanya dalam kondisi baik.

"1.000 hektar itu sudah semak. Hutan yang masih bagus tinggal 100 hektar. Di sini, Melinau ini, yang masih bagus," ungkap Petrus.

Bagi Petrus dan Masrani, upaya pembibitan beragam jenis kayu itu adalah satu bentuk perlawanan. Mereka berusaha merebut kembali hutan yang telah dirampas.

"Kita juga tahu sekarang ini yang tebang pohon banyak tapi yang tanam tidak ada. Polisi bisa tangkap orang yang menebang kayu tetapi tidak bisa mencegah penebangan," kata Petrus.

"Jadi sekarang kita coba selamatkan hutan kita yang masih ada. Jangan sampai kayu punah. Kita mulai dari kayu ulin yang kita cintai ini," paparnya.

"Kita akan sebarkan benih ini. Kalau perlu juga di lahan sawit. Kita minta lagi hutan kita," tegas Petrus.

Bagi warga Muara Tae, hutan bukan sekedar kayu dan sumber daya yang bisa dikomersialisasikan. Hutan adalah sumber penghidupan.

Dari hutan, warga bisa menyadap karet. Bila sakit, warga bisa mencari tanaman obat di hutan sehingga tidak setiap saat harus bergantung pada dokter. Hutan juga memberikan air bersih serta inspirasi bagi kebudayaan.

Kini, karena hutan sudah berkurang, beberapa kesulitan mulai dirasakan.

"Beberapa tanaman sekarang sudah sulit didapatkan. Seperti pasak bumi, sekarang sudah sulit dicari," kata Petrus.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com