Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Menghadapi Budaya Pasrah Saat Tinggal di Indonesia yang Penuh Bencana

Kompas.com - 16/04/2019, 13:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Juliana Wijaya

BERADA di Cincin Api Pasifik, wilayah yang secara geologis paling aktif di dunia, Indonesia rentan terhadap bencana alam.

Pada Juli dan Agustus 2018 gempa bumi, yang seperti tak habis-habisnya melanda Bali dan Lombok, menewaskan lebih dari 600 orang.

Tidak lama kemudian, gempa bumi menghantam pantai Sulawesi Tengah, diikuti oleh tsunami lokal yang melanda Kota Palu dan sekitarnya. Lebih dari 2.100 orang tewas.

Hanya beberapa hari sebelum Natal 2018, tsunami melanda pesisir Pulau Jawa dan Sumatera. Dipicu oleh runtuhnya sebagian gunung api Anak Krakatau ke laut setelah letusannya, bencana ini menewaskan sedikitnya 420 orang.

Beberapa analis telah mengomentari kesiapan dan tanggapan pemerintah terhadap bencana ini.

Namun, di masyarakat sendiri, ada cara pandang yang mengaitkan unsur-unsur keimanan dengan bencana alam. Misalnya, bahwa terdapat dua masjid di Palu yang tetap berdiri—sementara bangunan yang lain hancur—memicu perdebatan tentang intervensi Ilahi dalam bencana alam ini.

Baik sebagai respons langsung terhadap bencana maupun sebagai cara untuk dapat menghadapi dampak bencana, banyak anggota masyarakat menanggapi ketidakpastian dari alam dengan sikap “lihat saja nanti”.

Masyarakat Indonesia menggunakan konsep pasrah, yang berarti berserah kepada Tuhan, untuk mengartikulasikan sikap ini. Pasrah memiliki makna yang berbeda bagi setiap individu dan komunitas, tapi konsep itu sendiri dikenal oleh banyak agama di dunia.

Dalam konsep pasrah, nasib umat manusia sepenuhnya ditentukan oleh Tuhan sehingga tidak begitu masuk akal bagi manusia untuk berencana menghadapi kejadian-kejadian dan akibat-akibat yang tidak terduga.

Interpretasi pasrah yang lain menyatakan bahwa manusia harus berusaha sekuat tenaga sambil memahami bahwa pada titik tertentu nasiblah yang menentukan.

Meski bukan merupakan konsep yang khusus untuk Indonesia saja, lazimnya konsep pasrah di seluruh kepulauan Indonesia memengaruhi perencanaan penanggulangan bencana alam dan konservasi lingkungan.

Ketika semua sudah ditakdirkan, apa gunanya merencanakan kebijakan dan langkah untuk mengurangi dampak dari bencana alam, atau mengakui bahwa manusia memiliki peran dalam melindunginya?

Sikap pasif terhadap bencana

Penyebab bencana alam di Indonesia—kenyataan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak di atas pertemuan lempeng Bumi dan memiliki banyak gunung api—juga telah menjadikan negeri ini sebagai salah satu daerah yang lingkungannya paling produktif di dunia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com