KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Sandiaga Uno, meresmikan penggunaan alat instalasi pengolahan air limbah (IPAL) milik PD PAL Jaya di Duri Kosambi, Jakarta Barat.
Dalam acara peresmian itu, Sandiaga Uno sempat mengatakan mesin tersebut dapat mengolah limbah tinja jadi air yang siap untuk diminum.
"Air tinja yang diolah oleh PD PAL Jaya bisa dilakukan suatu proses yang biasanya makan tujuh hari dan menjadi air buangan, dalam waktu setengah jam bisa menjadi air yang bisa di-utilitas, malah sebetulnya layak minum," ujar Sandiaga pada saat peresmian, Rabu (23/05) lalu.
Pernyataan ini sontak menjadi viral.
Publik kemudian mempertanyakan kelayakan air bersih olahan limbah tinja ini untuk diminum. Belum lagi, masyarakat Indonesia yang kebanyakan muslim pun bertanya-bertanya apakah air ini juga bisa digunakan untuk menyucikan diri sebelum ibadah salat atau wudu.
Baca juga: Tak Hanya di Jakarta, NASA Kembangkan Tinja Jadi Makanan
Dirut PD PAL Jaya, Subekti, kemudian mengoreksi pernyataan Sandiaga. Menurutnya, air yang dihasilkan dari pengolahan PD PAL adalah air untuk kebutuhan utilitas, bukan untuk diminum.
"PD PAL mengembangkan ini memang tujuannya bukan untuk air minum, tujuannya mengolah limbah ini menjadi baku mutu yang lebih baik. Tujuan kedua tentu efisiensi biaya pengolahan sehingga kita harus berinovasi," ujar Subekti kepada BBC News Indonesia.
Hal ini pun diamini oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Isnawa Adji.
Menurut dia, banyak negara memang sudah menerapkan teknologi pengolahan air limbah untuk air minum. Namun, air olahan dari mesin hasil temuan dua anak negeri ini dikhususkan untuk utilitas perawatan.
"Penjernihan air memang air dari mana-mana, lalu di-treatment dengan tingkat Ph dan asam lebih teknis, ada sisi tertentu air itu bisa diarahkan untuk air minum, tapi memang lebih dipakai untuk merawat kota, misalnya untuk tanaman, untuk membilas kawasan-kawasan tertentu," jelas Adji.
Awal mula
Subekti lalu menjelaskan dua tantangan dalam pengolahan limbah di ibu kota yang menjadi awal mula inovasi pengolahan limbah tinja ini dimulai.
Saat ini pengolahan limbah tinja masih dilakukan secara konvensional. Selain memakan waktu lama, baku mutu air yang dihasilkan pun masih belum dapat memenuhi batu mutu air bersih yang dimandatkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 68 Tahun 2016 tentang baku mutu air limbah domestik.
Untuk mengukur kualitas air limbah, parameter yang dipakai adalah kadar aktivitas mikroorganisme dalam air (Biological Oxygen Demand/BOD), dan kadar jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan organik dalam air (Chemical Oxygen Demand/COD).
Turut pula diperhatikan kadar kotoran yang tampak (Total Suspended Solid/TSS), kadar minyak dan lemak, kadar amonia, serta kadar total bakteri Coliform.
Baca juga: Lawan Krisis Air Bersih, Alat Ini Bikin Laut Mati Aman Diminum