Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/05/2018, 17:31 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

Sumber NPR


KOMPAS.com - Belakangan ramai perbincangan soal Andrich, alat yang mampu mengolah limbah tinja menjadi air bersih di Indonesia.

Terobosan ini mungin terdengar aneh dan janggal. Namun, tak ada yang tak mungkin dalam dunia sains.

Buktinya, sudah sejak 2011 NASA menggelontorkan 200.000 dollar setiap tahunnya selama tiga tahun untuk mengubah kotoran manusia menjadi makanan layak dikonsumsi astronot.

Beberapa bulan lalu ilmuwan Penn State juga mengumumkan temuan penting yang dapat mengubah kotoran manusia, yakni tinja, menjadi makanan untuk para astronot.

Baca juga: Misi Antariksa, Ilmuwan Bikin Makanan dengan Bantuan Feses Manusia

"Konsepnya mirip seperti Marmite atau Vegemite, di mana Anda makan olesan 'mikroba lengket'," kata Christopher House, ahli geologi dai Penn State yang memimpin penelitian tersebut.

Sejauh ini, kotoran manusia masih menjadi masalah dalam misi Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS).

Di ISS, air urin para astronot telah berhasil disaring dan didaur ulang menjadi air minum layak konsumsi.

Sementara untuk tinjanya, sejauh ini hanya dibuang bersama sampah lain yang akan terbakar di atmosfer bumi.

Menurut para ahli, ada beberapa tahapan yang harus dilalui untuk mengubah tinja menjadi sesuatu yang bisa dikonsumsi dan tetap aman.

"Kami mengumpulkan limbah padat dan cair dari para astronot dan semuanya dimasukkan ke dalam reaktor bersama dengan campuran bakteri untuk menghancurkan kotoran," kata Lisa Steinberg, pengawas laboratorium Delaware County Community College, kepada NPR.

"Campuran itu akan menghasilkan gas metana, kemudian diumpankan ke jenis bakteri kedua yang dapat menumbuhkan 52 persen protein dan 36 persen lemak," imbuhnya.

Hasil daur ulang kencing dan tinja itu akan menumbuhkan bakteri Methylococcus capsulatus. Di Bumi, bakteri itu dimanfaatkan untuk pakan ternak.

Hingga saat ini sistem tersebut terus diuji agar dapat mencegah pertumbuhan mikroba berbahaya di antara bakteri yang dapat dimakan.

Baca juga: Astronot Keempat yang Menginjak Bulan Meninggal

Diberitakan KOMPAS.com sebelumnya, para ahli membuat peternakan mikroba dalam lingkungan basa, pH 11. Di lingkungan ini, mereka mampu menumbuhkan bakteri dengan kadar protein dengan kadar 15 persen dan mengandung lemak 7 persen.

Para ahli juga menaikkan suhu lingkungan mikroba menjadi 70 derajat Celcius untuk mencegah patogen. Mereka berhasil menumbuhkan bakteri Thermus aquaticus yang tahan panas. Mikroba tersebut adalah protein 61 persen dan lemak 16 persen.

Lebih dari 13 jam, para ilmuwan sanggup mengurai 49 persen dan 59 persen limbah. Ini lebih cepat dibanding pengelolaan sampah tradisional. Produksi makanan juga secara cepat terjadi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Sumber NPR
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com