KOMPAS.com - Rekayasa genetik otak tikus dengan gangguan autisme dan skizofrenia disebut kurang memberikan pemahaman akan gangguan otak pada manusia. Pasalnya, tikus dan manusia adalah dua spesies dengan tubuh, otak, gen, dan kebiasaan berbeda.
Akhirnya, ahli saraf dari China Guoping Feng memutuskan untuk merekayasa genetik otak primata.
Ia memilih dua jenis monyet berukuran kecil untuk direkayasa dengan gejala gangguan otak, yakni monyet pemakan kepiting dan marmoset.
Baca juga: Ilmuwan China Berhasil Kloning Monyet, Apakah Manusia Selanjutnya?
Keduanya adalah monyet berukuran kecil yang lebih mudah ditangani daripada simpanse dan otaknya jauh lebih mirip manusia daripada tikus.
Dirangkum dari Newsweek, Senin (11/6/2018), Feng menggunakan teknologi pengeditan gen atau CRISPR pada kedua monyet itu.
CRISPR adalah alat pengeditan gen apa pun yang mudah dan cepat digunakan para ilmuwan.
Eksperimen ini memiliki kemiripan dengan pengkloningan monyet yang berhasil dilakukan ilmuwan China awal tahun lalu.
Jika monyet kloning memiliki DNA yang sama dengan donor gennya, maka teknik CRISPR akan memengaruhi garis keturunan suatu organisme. Ahli percaya, cara ini akan membuat hewan-hewan meneruskan sifat itu ke keturunan mereka.
Baca juga: Inilah yang Membuat Kloning Monyet di China Berhasil
Monyet keturunan yang memiliki gangguan otak seperti skizofrenia, autisme, parkinson, dan penyakit lainnya, disebut Feng akan memiliki populasi yang konsisten secara genetik dan penelitian terkait gangguan otak akan lebih mudah dilakukan.
Terangi negeri dengan literasi, satu buku bisa membuka ribuan mimpi. Lewat ekspedisi Kata ke Nyata, Kompas.com ingin membawa ribuan buku ke pelosok Indonesia. Bantu anak-anak membaca lebih banyak, bermimpi lebih tinggi. Ayo donasi via Kitabisa!