KOMPAS.com - Beberapa waktu belakangan, pemberitaan mengenai potensi tsunami di selatan Jawa menghiasi berbagai media massa. Potensi tsunami tersebut merupakan hasil kajian Widjo Kongko, seorang peneliti dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dalam sebuah forum ilmiah.
Pada Selasa (03/04/2018) lalu, Widjo mengungkapkan adanya potensi tsunami setinggi 57 meter di Pandeglang, Banten, Jawa Barat. Pemberitaan tentang hasil kajian yang disampaikan dalam seminar ilmiah bertajuk "Sumber-sumber Gempa Bumi dan Potensi Tsunami di Jawa Bagian Barat" oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tersebut sontak membuat sebagian masyarakat khawatir.
Saking meresahkan masyarakat, Polda Banten bahkan sempat berencana untuk memanggil Widjo Kongko atas hasil kajiannya tersebut.
Baca juga: Katanya Bisa Memicu Tsunami Besar, Apa Sebenarnya Megathrust?
Dilansir dari Harian Kompas, Senin (09/04/2018), Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten telah mengirim surat permintaan keterangan kepada Kepala Stasiun Meteorologi Kelas I Serang, Sugarin.
Dalam salah satu poin di surat kepada Sugarin tersebut, Polda Banten bermaksud untuk meminta keterangan yang berhubungan dengan dugaan tindak pidana berita bohong yang menimbulkan keonaran. Hal yang dimaksud dalam surat tersebut adalah tentang potensi tsunami yang disampaikan oleh Widjo.
Namun, bisakah kajian ilmiah milik Widjo dipidanakan?
Tak Bisa Dipidana
Terkait hal ini, Herlambang P Wiratraman, ahli hukum sekaligus Ketua Pusat Studi HAM Fakultas Hukum Universitas Airlangga memberi tanggapannya.
Herlambang mengatakan, tindakan polisi bertentangan dengan Prinsip-prinsip Surabaya tentang Kebebasan Akademik yang ditandatangani pada 6 Desember 2017.
Prinsip tersebut mengharuskan otoritas publik, termasuk kepolisian, untuk menghargai dan melindungi serta memastikan langkah-langkah untuk menjamin kebebasan akademik.
"Presentasi hasil kajian ilmiah bukan di ranah pidana, melainkan ranah keilmuan," ungkap Herlambang.
"Apalagi polisi mendasarkan penyelidikan tersebut berdasarkan tafsir pemberitaan media yang kerap tidak lengkap dan tidak proporsional," imbuhnya.
Baca juga: Gempa Megathrust Selatan Jawa, Guncangannya Bisa Merusak Jakarta
Di lain kesempatan, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Banten Komisaris Besar Abdul Karim mengatakan, permintaan klarifikasi kepada Widjo dilakukan untuk meredam keresahan masyarakat.
"Apa yang kami lakukan itu agar isu yang sempat beredar bisa diredam," ujarnya.
"Surat akan kami kirimkan kepada Widjo, tapi bukan surat panggilan. Itu surat klarifikasi," tegasnya.