KOMPAS.com- Usaha ilmuwan menggali lebih dalam tentang potongan tengkorak di Papua Nugini membuahkan hasil. Potongan yang ditemukan pada tahun 1929 tersebut ternyata merupakan korban tragedi tsunami kuno di wilayah Kepulauan Pasifik, dan merupakan bukti tertua dalam sejarah kita.
Para ilmuwan menggelar penelitian baru dengan mengunjungi kembali ke lokasi penemuan tengkorak di Kota Aitape, Papua Nugini. Mereka menggali lebih dalam dan melihat adanya "jejak" tsunami kuno pada pola endapan tanah di sekitar lokasi penemuan tengkorak.
Tsunami telah terjadi selama ribuan tahun lamanya. Ketika menerjang sebuah wilayah, tsunami bisa menyeret semuanya, mulai dari lumpur, batu, tanaman, hingga kehidupan dasar laut. Menurut John Terrel, kurator Antropologi Pasific di Musemum Field Chicago, apa yang terseret oleh tsunami adalah halaman buku bagi ahli geologi.
Baca juga: Berusia 3.200 Tahun, Prasasti Kuno Mengungkap Misteri Manusia Laut
Oleh karena itu, meskipun tengkorak Aitape sudah diteliti secara detail, ternyata sampel tanah dari lokasi temuannya masih terus memberikan jawaban baru bagi para peneliti.
"Setelah kita teliti secara cermat dan berimbang, dan mencoba segala skenario, kami yakin bahwa tengkorak ini adalah korban tsunami atau bisa juga sudah terkubur sebelum tsunami menerjangnya," kata James Groff, kepala penelitian sekaligus ahli tsunami kuno di Universitas New South Wales, Australia, seperti dikutip oleh Livescience 25 Oktober 2017.
Namun, ceritanya tidak sampai di situ. Mark Golitko, asisten profesor di Jurusan Antropologi di Universitas Notre Dame, menjelaskan bahwa penemuan baru ini tidak hanya menggambarkan peristiwa tsunami kuno dan korbannya saja, tetapi juga rupa bumi pada masa tersebut.
"Pada periode tersebut, sekitar 3.000-7.000 tahun lalu, bumi sedang mengalami perubahan lingkungan besar-besaran yang memiliki dampak signifikan terhadap kehidupan manusia saat itu yang tingal di pesisiran," kata Golitko.
Baca juga : Belajar dari Mentawai, Mewaspadai Tsunami yang ?Senyap?
Dia melanjutkan, setelah zaman es, ketinggian laut mulai stabil, iklim juga mulai stabil termasuk kehidupan di sekitar garis pantai.
Perubahan ini membuat pesisiran Papua Nugini yang curam menjadi bisa diakses oleh manusia. Permukaan air yang naik juga membentuk laguna, delta sungai, dan danau yang mengubah daerah pesisiran menjadi pusat kehidupan manusia.
Melalui penelitian lebih lanjut, para peneliti berharap untuk mempelajari cara masyarakat masa lalu beradaptasi dengan kehidupan pesisiran yang sering terkena tsunami, banjir dan hujan.
Mereka juga berharap untuk menggunakan pengetahuan tersebut dalam usaha memitigasi tsunami yang akan datang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.