Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/01/2018, 18:36 WIB
Resa Eka Ayu Sartika

Penulis

KOMPAS.com - Beberapa hari terakhir, sejumlah wilayah di Indonesia mengalami hujan lebat dan cuaca ekstrem. Salah satu yang mengalami hal serupa adalah wilayah kota Magelang, Jawa Tengah.

Uniknya, hujan lebat yang terjadi di Magelang hari ini bercampur dengan es batu. Fenomena ini tentu segera mengundang perhatian warga Magelang.

Muhamad Ammar Farhan Putra, seorang warga Mertoyudan menyebut fenomena hujan es ini terjadi cukup singkat.

"(Terjadi) Sekitar jam 13.20 - 13.30," kata Farhan melalui pesan singkat kepada Kompas.com, Rabu (24/01/2018).

Baca juga: Hujan Es di Bandung, Kenapa Bisa Terjadi dan Apa Bedanya dengan Salju?

Farhan juga menyebut bahwa bongkahan es yang jatuh dari langit cukup besar.

hujan es di Magelang menyisakan bongkahan es yang cukup besar hujan es di Magelang menyisakan bongkahan es yang cukup besar

Hal serupa juga dirasakan oleh Tri Suhartini, Warga Mertoyudan. Dia menyebut bahwa hujan es terjadi di daerah Mertoyudan hingga Kademi Militer Kota Magelang.

"Suara hujan siang ini lebih keras dibanding hujan biasa, berbunyi kretek kretek," ujarnya.

Hujan Es Terjadi Karena...

Sementara itu, dihubungi Kompas.com melalui pesan singkat, Hary Tirto Djatmiko dari Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut telah menerima laporan tentang hujan es tersebut. Dia juga menjelaskan bahwa fenomena hujan es merupakan fenomena yang alamiah.

"Kejadian hujan lebat/Es disertai kilat/petir dan angin kencang berdurasi singkat lebih banyak terjadi pada masa transisi/pancaroba musim baik dari musim kemarau ke musim hujan atau sebaliknya," ungkap Hary.

Humas BMKG itu juga menyebut ada beberapa indikasi terjadinya hujan es berdurasi singkat. Salah satunya adalah sehari sebelum fenomena ini terjadi biasanya udara akan terasa panas dan gerah.

"Udara terasa panas dan gerah diakibatkan adanya radiasi matahari yang cukup kuat ditunjukkan oleh nilai perbedaan suhu udara antara pukul 10.00 dan 07.00 LT (lebih dari 4.5 derajat celcius) disertai dengan kelembaban yang cukup tinggi ditunjukkan oleh nilai kelembaban udara di lapisan 700 mb (lebih dari 60 persen)," ujarnya.

"Mulai pukul 10.00, terlihat tumbuh awan Cumulus (awan putih berlapis–lapis), di antara awan tersebut ada satu jenis awan yang mempunyai batas tepinya sangat jelas berwarna abu–abu menjulang tinggi seperti bunga kol," imbuhnya.

Hary menyebut, tahap berikutnya awan tersebut akan cepat berubah warna menjadi abu–abu atau hitam yang dikenal dengan awan cumulonimbus.

Baca juga: Hati-hati, Cuaca Ekstrem Mengintai Indonesia meski Dahlia Sudah Hilang

"Biasanya hujan yang pertama kali turun adalah hujan deras tiba–tiba, apabila hujannya gerimis maka kejadian angin kencang jauh dari tempat kita," katanya.

"Jika dalam 1 hingga 3 hari berturut–turut tidak ada hujan pada musim transisi/pancaroba/penghujan, maka ada indikasi potensi hujan lebat/es yang pertama kali turun diikuti angin kencang," imbuhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau