KOMPAS.com - Hujan diserta angin kencang terjadi di Bandung pada Rabu (19/4/2017). Lebih dari itu, hujan tidak berwujud air cair tetapi es.
Sejumlah foto yang beredar di media sosial dan didapatkan Kompas.com menunjukkan, es terakumulasi di permukaan tanah serupa tumpukan salju.
Bagaimana hal itu bisa terjadi? Apa beda fenomena hujan es dengan salju di negara sub tropis? Apakah fenomena hujan es ini luar biasa?
Hary Tirto Djatmiko dari Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, hujan es bisa terjadi dalam dua kondisi.
Pertama, dalam masa pancaroba, hujan tidak turun selama tiga hari berturut-turut. Bila itu terjadi, maka pada hari keempat dapat terjadi hujan dalam bentuk es disertai angin kencang.
Kedua, hujan tetap ada. Namun, pagi pada hari tertentu terasa cukup terik, kelembaban tinggi, dan ada beda suhu yang besar dalam satu hari.
Dua kondisi itu mengakibatkan hujan es karena mengakumulasikan air dalam bentuk awan kumulonimbus, jenis awan yang pada awalnya berbentuk menyerupai bunga kol berwarna putih namun kemudian berubah jadi abu-abu.
"Pagi hari cuaca cukup terik. Radiasi matahari optimum dan kelembaban juga tinggi, lebih dari 70 persen," kata Hary, melihat kondisi di Bandung hari ini.
"Selain itu, ada perbedaan suhu yang besar antara pukul 7 pagi dan 10 pagi. Perbedaannya lebih dari 5 derajat celsius," imbuhnya saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/4/2017).
Baca: Hujan Es Landa Bandung, Besarnya dari Butiran hingga Sebesar Kelereng
Kondisi itu menyebabkan pembentukan awan secara konveksi. Pantauan BMKG menunjukkan, awan yang terbentuk adalah awan kumulonimbus.
Hary mengungkapkan, awan jenis tersebut lebih kaya akan air dalam bentuk padat daripada cair. Dengan demikian, hujan yang turun bisa dalam bentuk padat.
Tentang akumulasi es yang bisa menyerupai salju, Hary mengatakan itu disebabkan oleh intensitas hujan.
"Hujan sangat rapat dan diturunkan seketika. Jadi es-nya bisa terakumulasi."
Baca: Cerita Warga soal Hujan Es di Jabodetabek Selasa Sore Ini